Jumat, 17 Juni 2016

Review Jurnal 3, Softskill Aspek Hukum dalam Ekonomi, Analisis Persepsi Konsumen dan Strategi Pemasaran Beras Analog (Analog rice)



Review Jurnal 3

MAIMUNAH
26214334
2EB32
Analisis Persepsi Konsumen dan Strategi Pemasaran
Beras Analog (Analog rice)

1.      Judul Penelitian                     : Analisis Persepsi Konsumen dan
  Strategi Pemasaran Beras Analog
  (Analog rice)

2.      Penulis                                    : Deviany Amanda Rizki
  Jono M. Munandar
  M. Syaefudin Andrianto

3.      Nama Jurnal                          : Jurnal Manajemen dan Organisasi Vol IV, No. 2, Agustus
                                                  2013

4.      Tahun Terbit                         : 2013

5.      Latar Belakang Penelitian    :

Tingkat konsumsi beras masyarakat Indonesia pada 2011 tercatat mencapai 102 kg per kapita per tahun. Angka konsumsi beras ini paling tinggi dibandingkan tingkat konsumsi di negara lain seperti Korea 40 kg per kapita per tahun, Jepang 50 kg per kapita per tahun, Malaysia 80 kg per kapita per tahun dan Thailand 70 kilogram per kapita per tahun. Rata-rata konsumsi beras dunia hanya 60 kg per kapita per tahun (Tempo 2013). Dengan tingkat konsumsi beras yang tinggi, ketahanan pangan Indonesia sangat rawan terutama bila terjadi bencana sehingga produksi beras tidak sesuai target. Oleh karena itu perlu dilakukan diversifikasi pangan.
Perilaku masyarakat Indonesia bila belum makan nasi artinya belum makan sulit dirubah sehingga merubahnya membutuhkan strategi pentahapan. Salah satu strateginya adalah membuat beras tiruan dengan bahan selain dari padi (artificial rice). Konsumen masih menyimpan, mengolah dan memakan dalam bentuk beras tetapi bahan bakunya bukan dari padi. F-Technopark sebagai salah satu pusat penelitian di Institut Pertanian Bogor (IPB) telah mengembangkan invensi beras dengan bahan selain dari padi yang disebut dengan Beras Analog. Beras ini telah diujicoba dan sedang dikembangkan dalam skala pilot plant untuk dikembangkan lebih lanjut dalam skala industri. Manfaat beras ini dalam jangka panjang untuk mendiversifikasi makanan pokok. Beras ini sudah ada pada tahun 1969-an dengan nama beras TEKAD (keTelo, Kacang dan Djagung) tetapi gagal berkembang (Andrianto et al.,2013). Persepsi konsumen terhadap beras analog perlu dikaji agar beras analog sukses dipasarkan.
Beras analog IPB adalah beras buatan yang dibuat dari berbagai tepung lokal (umbi-umbian, serealia, sagu) dengan menggunakan teknologi ekstrusi panas. Beras Analog dikembangkan oleh F-Technopark Fakultas Teknologi Pertanian IPB sebagai pangan alternatif yang sehat dan aman serta memiliki sifat fisik dan fungsional menyerupai beras konvensional. Dari segi kandungan gizi, selain sama-sama merupakan sumber karbohidrat, Beras Analog terbukti lebih sehat karena memiliki Indeks Glikemik yang lebih rendah dibandingkan beras konvensional. Dengan karakteristik produk yang memiliki bentuk butiran menyerupai beras dan dikonsumsi layaknya nasi serta mempunyai komposisi gizi sesuai kebutuhan, Beras Analog mempunyai prospek yang sangat baik sebagai produk substansi beras konvensional yang mendukung program diversifikasi pangan (Budijanto 2012).
Penjualan Beras Analog dilakukan sejak bulan November 2012 dengan sistem purchasing order di tiga lokasi yaitu Serambi Botani, Restoran Taman Koleksi dan Kantor Pemerintah Kota Depok, Jawa Barat. Dalam melakukan kegiatan pengembangan dan mensosialiasikan Beras Analog sebagai produk yang relatif baru, sampai saat ini F-Technopark IPB masih menemui hambatan dalam menembus pasar.

6.      Metode                                   :
Penelitian dilaksanakan di tiga tempat yaitu F-Technopark IPB, Serambi Botani Bogor dan Restoran Taman Koleksi. Pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan stakeholder F-Technopark IPB sedangkan survey dengan bantuan kuesioner dilakukan di dua outlet penjualan produk Beras Analog yang masih aktif yaitu Serambi Botani Bogor dan Restoran Taman Koleksi. Data sekunder diperoleh melalui penelusuran pustaka, dokumen, dan laporan instansi terkait yang relevan dengan topik penelitian.

Dalam penelitian ini, jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus slovin dengan tingkat kepercayaan 90% sehingga nilai error (e) adalah 10% (0,1). Berdasarkan data populasi konsumen yang pernah membeli Beras Analog di Serambi Botani Bogor

pada Maret 2013 adalah 186 orang, sedangkan data populasi konsumen yang pernah membeli produk Beras Analog di Restoran Taman Koleksi Bogor pada Maret 2013 adalah 88 orang. Sehingga total populasi yang pernah membeli produk Beras Analog sebesar 274 orang dengan asumsi populasi adalah konsumen yang melakukan pembelian sekali dalam sebulan. Maka jumlah sampel (n) minimum yang dibutuhkan adalah :
Jumlah sampel = = 73,262 73 orang

Pengambilan sampel menggunakan metode non-probability sampling dengan teknik convenience sampling dengan kriteria untuk responden yang dipilih adalah yang sudah pernah mengkonsumsi produk Beras Analog.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007, IBM SPSS 19 dan Minitab 14. Kevalidan dan kesahihan data pada kuesioner menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas, sedangkan analisis data menggunakan tabulasi silang, analisis cluster (analisis kelompok) dan analisis biplot. Adapun analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Uji Validitas
Uji validitas mengindikasikan apakah alat pengukuran yang ingin diukur sudah tepat atau belum (Umar 2000). Pada penelitian ini, uji validitas dilakukan terhadap 30 responden dan hasil penelitian dikatakan valid karena r hitung setiap variabel pada pertanyaan tentang derajat kepentingan atribut Beras Analog lebih besar dari r tabel yaitu 0,361.

2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab pertanyaan dalam kuesioner. Jika hasil pengukuran yang dilakukan berulang menghasilkan hasil yang relatif sama, pengukuran tersebut dianggap memiliki tingkat reliabilitas yang baik (Suliyanto 2005). Pada penelitian ini uji reliabilitas dilakukan terhadap 30 responden dan hasil penelitian dikatakan reliabel karena nilai Cronbach’s Alpha setiap variabel pada pertanyaan tentang derajat kepentingan atribut Beras Analog bernilai lebih besar dari 0,60 yaitu 0,733.

3. Tabulasi Silang

Alat uji yang dipakai untuk tabulasi silang pada penelitiian ini adalah uji kebebasan (chi-square). Menurut Malhotra (2006) statistik uji chi square adalah statistik yang digunakan untuk menguji signifikansi statistik dari asosiasi yang diamati dalam sebuah tabulasi silang. Tabulasi silang pada penelitian ini digunakan untuk menguji keterkaitan antara karateristik konsumen, minat mengkonsumsi kembali dan tipe konsumsi dengan kesan terhadap Beras Analog. Tabulasi silang ini digunakan sebagai masukan dalam analisis persepsi konsumen dan penyusunan strategi pemasaran Beras Analog.

4. Analisis Cluster
Analisis Cluster (Analisis Kelompok) merupakan sebuah kelas teknik yang digunakan untuk mengklasifikasikan objek-ojek atau kasus-kasus menjadi kelompok-kelompok yang relative homogeny (kelompok) (Malhotra 2006).

analisis cluster yang digunakan adalah Hierarki Cluster dikarenakan jumlah sampel yang relatif kecil serta data yang digunakan untuk analisis cluster dalam penelitian ini adalah jenis data dengan penggunaan skala berbeda. Menurut Simamora (2005), pada penggunaan skala yang berbeda, untuk memperoleh kesempatan yang sama setiap variabel perlu distandarisasi terlebih dahulu karena jika variabel tetap dalam bentuk aslinya, variabel-variabel yang memiliki standar deviasi paling besar akan tampil sebagai diferensiator utama, artinya proses segmentasi hanya akan dipengaruhi oleh variabel tertentu saja. Setelah dilakukan standarisasi data pada setiap variabel yang digunakan, barulah dilakukan analisis hierarki cluster. Tahap terakhir adalah mengklasifikasikan variabel-variabel menjadi kelompok-kelompok yang relative homogeny berdasarkan nilai yang sering muncul (modus). Analisis cluster diharapkan dapat menjawab segmentasi dan targeting melalui persepsi konsumen beras analog.
5. Analisis Biplot
Biplot adalah salah satu upaya menggambarkan data-data yang ada pada tabel ringkasan dalam grafik berdimensi dua (Sartono 2003 dalam Mattjik dan Sumertajaya 2011). Dalam penelitian ini, terdapat sepuluh atribut Beras Analog yang digunakan untuk mengetahui preferensi konsumen berdasarkan derajat kepentingan. Kesepuluh atribut tersebut diantaranya adalah manfaat kesehatan, rasa yang enak, tekstur yang pulen, harga terjangkau, kandungan nutrisi yang baik, warna menarik, keamanan dikonsumsi, kemasan yang menarik, promosi yang menarik dan daya tahan produk. Berdasarkan atribut-atribut tersebut, responden memilih preferensinya terhadap atribut-atribut yang mereka anggap sangat tidak penting (STP), tidak penting (TP), biasa saja (B), penting (P) dan sangat penting (SP). Dengan analisis Biplot, dapat dilihat atribut dominan menjadi atribut sangat penting dan penting.

7.      Hasil                                        :
1 Karakteristik konsumen
Karakteristik konsumen dapat dijadikan dasar dalam membuat segmentasi konsumen. Pada penelitian ini responden dikaji berdasarkan jenis kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan terakhir, klasifikasi pekerjaan, status pekerjaan, klasifikasi profesi, rata-rata pendapatan per bulan, rata-rata pengeluaran per bulan dan hobi. Data karateristik responden yang diperoleh akan dinyatakan sebagai input dalam aspek persepsi konsumen dan proses penentuan segmentasi pasar.
a. Jenis Kelamin

Karakteristik konsumen Beras Analog berdasarkan jenis kelamin terdiri dari konsumen laki-laki 21,9% dan konsumen perempuan 78,1%. Persentase tersebut menunjukkan bahwa konsumen Beras Analog didominasi oleh konsumen perempuan. Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik konsumen perempuan yang cenderung lebih konsumtif dalam melakukan pembelian terhadap produk baru, khususnya produk yang digunakan sebagai bahan pangan.
b. Usia

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa mayoritas konsumen Beras Analog didominasi oleh usia 31-40 tahun sebesar 35,6%, kemudian berturut-turut

responden yang berusia 21-30 tahun sebanyak 27,4%, usia 41-50 tahun sebanyak 20,5%, usia 51-60 tahun sebesar 6,8%, usia kurang dari 20 tahun sebanyak 5,5% dan usia lebih dari 60 tahun sebanyak 4,1 %.
c. Status Pernikahan

Dilihat dari status pernikahannya pada hasil pengolahan data responden, dapat diketahui bahwa sebagian besar konsumen Beras Analog dengan status menikah 61,6% dan belum menikah 38,4%. Hal ini menyatakan bahwa mayoritas konsumen Beras Analog telah memiliki keluarga.
d. Tingkat Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir atau yang sedang dijalani, konsumen Beras Analog memiliki latar belakang pendidikan S1 42,5%, diikuti pendidikan S2 20,5%, Diploma 17,8%, SMU/SMK 15,1% dan S3 4,1%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa konsumen Beras Analog didominasi oleh konsumen berpendidikan S1.
e. Klasifikasi Pekerjaan

Dilihat berdasarkan klasifikasi pekerjaan, responden paling banyak berstatus sebagai employee (pegawai) 42,5%. Kemudian diikuti dengan klasifikasi pekerjaan terbanyak kedua yaitu unemployee (tidak bekerja) 28,8%, business owner (pemilik usaha) 16,4%, self employee (pekerja lepas) 9,6%, dan investor (penanam modal) 2,7%.
f. Status Pekerjaan

Berdasarkan hasil pengolahan data responden diperoleh data bahwa konsumen Beras Analog yang memiliki status pekerjaan sebagai pegawai swasta 24,7%. Kemudian diikuti dengan status pekerjaan PNS 23,3%, ibu rumah tangga 21,9%, wiraswasta 17,8% dan mahasiswa/pelajar 12,3%.
g. Profesi

Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa mayoritas konsumen Beras Analog berprofesi sebagai Ibu rumah tangga sebanyak 19,2%. Profesi dengan %tase terendah adalah politikus 1,4%.
h. Pendapatan Per Bulan

Berdasarkan hasil pengolahan data kuesioner penelitian diketahui bahwa responden Beras Analog mayoritas memiliki pendapatan per bulan sebesar Rp 4.500.001–Rp 6.000.000 sebanyak 30,1%. Hal ini dikarenakan harga Beras Analog yang masih relatif mahal dibandingkan beras biasa (konvensional) pada umumnya, menyebabkan mayoritas konsumennya adalah yang berpendapatan di atas rata-rata.
i. Pengeluaran Per Bulan

Besarnya pengeluaran per bulan sebagian besar konsumen Beras Analog adalah Rp 3.000.001–Rp 4.500.000 dengan persentase 28,8%. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas konsumen tidak terlalu mempertimbangkan harga sebagai faktor utama untuk membeli produk Beras Analog.
j. Hobi

Berdasarkan klasifikasi hobi, responden Beras Analog memiliki hobi jalan-jalan dengan persentase terbesar 23,3%. Disusul dengan hobi membaca 21,9%, belanja 19,2%, wisata kuliner 17,8%, browsing 9,6% dan lainnya yang terdiri dari mendengarkan musik, menonton film dan berenang 8,2%. Rizki, Munandar, Andrianto – Analisis Persepsi Konsumen | 151
Jurnal Manajemen dan Organisasi Vol IV, No. 2, Agustus 2013

2 Persepsi konsumen
A. Kesan terhadap Beras Analog

Perbedaan Beras Analog dengan beras biasa (konvensional) menimbulkan penilaian atau kesan yang berbeda-beda oleh masing-masing responden. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat diketahui bahwa 35,6% responden memberikan kesan suka, kemudian 30,1% responden memberikan kesan cukup, 19,2% responden memberikan kesan kurang suka, 12,3% memberikan kesan sangat suka, dan 2,7% responden memberikan kesan tidak suka terhadap Beras Analog. Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa konsumen yang menyukai Beras Analog masih dibawah 50% yaitu sebesar 47,9% (kesan sangat suka dan suka). Hal ini menandakan bahwa belum terdapat penilaian positif terhadap kesan Beras Analog.

B. Penilaian terhadap Rasa, Warna, Aroma, Teksur dan Bentuk Beras Analog

Penilaian terhadap rasa, aroma, tekstur dan bentuk memiliki persentase terbesar terhadap penilaian suka dengan masing-masing persentase 43,8% untuk rasa, 32,9% untuk aroma, 45,2% untuk tekstur dan 49,3% untuk bentuk. Sedangkan persentase penilaian terbesar untuk warna adalah 31,5%. Hal ini dikarenakan warna pada Beras Analog berbeda dengan warna beras biasa pada umumnya yaitu kuning kecoklat-coklatan yang berasal dari warna alami jagung.

C. Tipe Konsumsi Beras Analog

Menurut 57,5% responden Beras Analog menyatakan produk Beras Analog cocok untuk dikonsumsi sebagai makanan selingan (kuliner), sementara 42,5% berpendapat produk Beras Analog cocok untuk dikonsumsi sebagai makanan pokok. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa keberadaan Beras Analog untuk saat ini belum mampu disetarakan dengan beras biasa (konvensional) yang dijadikan makanan pokok untuk mayoritas masyarakat Indonesia.

D. Bahan Kemasan Beras Analog

Dalam memilih kemasan Beras Analog, bahan kemasan yang paling banyak disukai oleh konsumen akhir untuk produk Beras Analog adalah bahan kemasan jenis Standing Pouch (Kemasan plastik yang dapat berdiri) yaitu 67,1%. Kemasan Standing pouch banyak dipilih oleh konsumen dikarenakan Standing Pouch dianggap ekslusif atau jarang ditemui pada kemasan beras pada umumnya, sehingga memiliki daya jual yang tinggi.

E. Ukuran Kemasan Beras Analog

Ukuran kemasan yang banyak disukai responden untuk produk Beras Analog adalah ukuran 800 gram sebesar 39,7%, disusul dengan ukuran 1 kg sebesar 34,2%, 12,3% untuk ukuran 2 kg, 9,6% untuk ukuran 0,5 kg dan 5 kg sebesar 4,1%. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa ukuran kemasan 800 gram dianggap sesuai untuk sebuah produk yang relatif baru.
F. Keterangan atau Informasi pada Kemasan Beras Analog

Pada kemasan yang sudah beredar di pasaran, keterangan atau informasi yang tertera pada kemasan Beras Analog yaitu komposisi bahan, nilai gizi, kode produksi, tanggal kadaluarsa, aturan penyajian, logo produsen, nama dan alamat konsumen serta merek dagang produk. Sedangkan kode seri SNI dan logo kehalalan produk belum dicantumkan pada kemasan yang beredar saat ini. Berdasarkan data dapat 152 | Rizki, Munandar, Andrianto – Analisis Persepsi Konsumen
Jurnal Manajemen dan Organisasi Vol IV, No 2, Agustus 2013
diketahui bahwa 15,1% responden menyatakan pencantuman nilai gizi pada kemasan Beras Analog dianggap paling penting yang harus tertera pada kemasan.
G. Lokasi Pemasaran Beras Analog

Sebanyak 41,4% responden menyatakan lokasi yang tepat untuk memasarkan Beras Analog adalah pada pasar modern. Sebagian besar konsumen memilih pasar modern dikarenakan pasar modern mengalami pertumbuhan pesat setiap tahunnya dan jika Beras Analog dapat dipasarkan pada pasar modern, Beras Analog dapat bersaing dengan berbagai macam tipe beras yang sudah beredar di pasaran.
H. Bentuk Promosi Pemasaran Beras Analog

Bentuk promosi yang tepat yang diharapkan oleh responden untuk Beras Analog adalah melalui iklan televisi dengan persentase terbesar yaitu 21,7%. Hal ini dikarenakan televisi merupakan bentuk media massa paling efektif karena televisi dapat menjangkau semua kalangan masyarakat.
I. Harga Beras Analog

persentase terbesar untuk harga Beras Analog per pack adalah Rp 23.000 ukuran 800 gram sebesar 37%. Persentase terkecil adalah Rp 50.000 ukuran 2 kg sebesar 11%.
J. Minat Mengkonsumsi Kembali

Setelah memberikan kesan dan penilaian terhadap Beras Analog, responden menyatakan pendapatnya tentang minat mengkonsumsi kembali Beras Analog. Hal ini dikarenakan mayoritas responden baru mengkonsumsi produk Beras Analog sebanyak satu kali. Berdasarkan data penelitian dapat diketahui bahwa 79,5% responden menyatakan keinginannya untuk mengkonsumsi kembali Beras Analog, sedangkan 20,5% responden menyatakan tidak.
Sumber :
(Diakses pada 17 juni 2016)

Review Jurnal 2. Softskill Aspek Hukum dalam Ekonomi, REPOSISI FUNGSI LEMBAGA KEUANGAN BANK DAN NON BANK DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN EKONOMI KERAKYATAN, PENERAPAN GOODGOVERNANCE DAN PENGEMBANGAN OTONOMI DAERAH



Review Jurnal 2
MAIMUNAH
26214334
2EB32
REPOSISI FUNGSI LEMBAGA KEUANGAN BANK DAN NON
BANK DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN EKONOMI
KERAKYATAN, PENERAPAN GOODGOVERNANCE DAN
PENGEMBANGAN OTONOMI DAERAH

1.      Judul Penelitian               : REPOSISI FUNGSI LEMBAGA KEUANGAN
                                        BANK DAN NON BANK DALAM UPAYA
  PEMBERDAYAAN EKONOMI
  KERAKYATAN, PENERAPAN GOOD
  GOVERNANCE DAN PENGEMBANGAN
  OTONOMI DAERAH

2.      Penulis                              : Lintang Venusita

3.      Nama Jurnal                    : Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 2, Juni 2013, hlm.

  67–75

4.      Tahun Terbit                   : 2013

5.      Latar Belakang Penelitian:
Perkembangan paradigma dan orientasi pembangunan kearah kemandirian suatu daerah menuntut daerah tersebut melakukan percepatan pertumbuhan pembangunan. Hal ini sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah sehingga menuntut masing-masing daerah untuk mempersiapkan segala potensi, kemampuan dan infrastruktur daerah untuk mencapai keberhasilan otonomi daerah. Tidak hanya otonomi daerah yang dituntut kepada para pimpinan daerah melainkan juga dibangunnya suatu sistem pemerintahan daerah yang berbasis good governance. Namun tidak semua pelaku bisnis baik perusahaan yang berskala kecil maupun besar telah berperan serta dalam pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Hal ini disebabkan belum adanya aturan yang mewajibkan para pelaku bisnis untuk berpartisipasi dalam pengembangan ekonomi kerakyatan. Selain itu kurangnya perhatian pemerintah terhadap keikutsertaan pengembangan ekonomi kerakyatan. Terdapat beberapa perusahaan yang peduli terhadap eksistensi ekonomi kerakyatan, diantaranya lembaga perbankan baik milik pemerintah maupun swasta seperti Bank Rakyat Indonesia yang membentuk BRI Kredit Mikro, Bank Mandiri Kredit Mikro dan Bank Danamon Mikro. Lembaga keuangan bank tersebut telah menyalurkan sejumlah bantuan permodalan kepada para pelaku ekonomi kerakyatan dengan mengedepankan ketersediaan jaminan yang dimiliki oleh pengusaha kecil. Bentuk kemitraan ini masih sebatas pemberian modal semata namun masih belum nampak adanya pembinaan dan pemberian ketrampilan dan keahlian agar para pelaku ekonomi kerakyatan dapat lebih mendiri lagi dalam menjalankan usahanya. Bahkan terjadi kecenderungan dalam pemberian pinjaman modal hanya sebatas bantuan financial yang berlangsung dalam jangka pendek semacam suntikan dana. Padahal pelaku ekonomi kerakyatan tidak hanya memerlukan kucuran dana segar dalam jangka pendek melainkan pula pembinaan terhadap eksistensi ekonomi kerakyatan yang bukan hanya menjadi tugas dari pemerintah pusat dan daerah dalam hal ini dinas perdagangan dan perindustrian melainkan dari seluruh komponen pelaku bisnis.

Setiap lembaga keuangan bank maupun non bank diharuskan untuk membantu memberikan bantuan kemitraan dan permodalan pada unit usaha mikro untuk lebih mengembangkan usahanya. Yang perlu disadari saat ini, bahwa pencapaian
otonomi daerah yang berbasis good governance tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah semata, melainkan harus menjadi perhatian pihak swasta dalam hal ini perusahaan, lembaga keuangan baik baik bank maupun non bank, dan keaktifan masyarakat. Melihat realita adanya perubahan orientasi pembangunan nasional yang mengedepankan pemantapan otonomi daerah serta menyadari kondisi dan potensimasyarakat Indonesia yang heterogen maka strategi pemberdayaan masyarakat perlu dikedepankan sebagaimedia stimulant untuk mewujudkan peran serta aktif masyarakat dalam pembangunan.

6.      Metode                             :
1.         PEMBERDAYAAN EKONOMI KERAKYATAN
Pemberdayaan ekonomi rakyat perlu memperoleh prioritas dalam pembangunan ekonomi nasional, sehingga para pelaku ekonomi rakyat (pengusaha kecil, menengah dan koperasi) dapat menjadi pelaku utama dalam perekonomian nasional, terutama dengan pengalaman masa krisis yang terjadi saat ini. Berdasarkan perspektif tersebut, titik berat berat pemberdayaan ekonomi kerakyatan akan terletak pada upaya mempercepat pembangunan pedesaan dan daerah pinggiran perkotaan sebagai tempat bermukim dan berusaha sebagian besar subyek dan obyek pembangunan bangsa ini, dimanamereka berusaha sebagai petani, nelayan, pedagang maupun pengusaha home industry. Pemberdayaan ekonomi rakyat yang dilakukan harus mampu mengatasi dan mengurangi kendala dan hambatan yang dihadapi oleh pengusaha kecil, menengah, dan koperasi pada sektor industri pengolahan serta pedagang kecil yang sering disebut kaki lima di sektor perdagangan dan jasa. Keterbatasan dan hambatan-hambatan tersebut
antara lain keterbatasan sumberdaya manusia, keterbatasan akses modal dan sumber-sumber pembiayaan aktivitas ekonominya sehari-hari. Dengan demikian, perlu dikembangkan kemampuan profesionalisme pelaku usaha pada sektor usaha kecil tersebut secara berkesinambungan, agar mampu mengelola dan mengembangkan usahanya secara berdaya guna dan berhasil guna, sehingga dapat mewujudkan peran utamanya dalam segala bidang yang mendukung pengembangan ekonomi kerakyatan.

2.    LANGKAH KONGKRET YANG DAPAT DITEMPUH

Pemberdayaan ekonomi kerakyatan tidak hanya menjadi tugas dari pemerintah pusat saja sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan melainkan juga pemerintah daerah sebagai pengejawetahan dari otonomi daerah. Sebagai pemegang kekuasaan dan regulator dalam kehidupan bernegara pemerintah pusat dan daerah dapat bersinergi untuk mengembangkan satu sistem ekonomi kerakyatan yang mengacu pada Pancasila danUUD 45 diantaranya:
(1) Pemberdayaan kembali koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia yang berpihak pada kepentingan pelaku usaha mikro. Koperasi tidak hanya berfungsi sebagai wadah untuk menyimpan dan meminjam dana bagi anggotanya, namun lebih dari itu koperasi hendaknya melakukan pengembangan manajemen bagi koperasi itu sendiri dan juga bagi para anggotanya. Koperasi juga hendaknya menjadi penyalur untuk hasil produk para anggota. Meskipun fungsi ini telah berjalan namun kerap kali tidak dilaksanakan secara professional sehingga banyak produk dari anggota koperasi yang tidak dapat memasuki persaingan pasar domestic yang saat ini lebih diserbu oleh produk asing.
(2) Menempatkan lembaga keuangan bank maupun non
bank pada fungsinya sebagai lembaga penghimpun dana dari dan untuk masyarakat yang berada di bawah naungan bank Indonesia hendaknya agar menciptakan satu sistem pemberdayaan ekonomi kerakyatan dan kemitraan dengan para pelaku usahamikro atau UKM sehingga data membantu mengatasi kendala yang dihapai oleh usaha mikro. Sebagian besar pelaku usaha mikro mempunyai kesamaan masalah yaitu keterbatasan modal, kurangnya ketrampilan dan keahlian yang memadai dalam menjalankan bisnisnya. Yang dilakukan oleh usaha mikro saat ini adalah bertahan di era persaingan bisnis. Namun keterbatasan modal dan kemampuan mengembangkan bisnis yang menjadi masalah utama bagi para pelaku usaha mikro masih belum tersentuh secara maksimal oleh lembaga keuangan bank dan non bank yang ada. Pembentukan lembaga usaha mikro diharapkan mampu mengakomodir kebutuhan finansial dalam hal ini pinjaman modal bagi usaha mikro. Besarnya pemberian modal juga bergantung pada besarnya jaminan yang dimiliki sehingga bagi yang tidak memiliki jaminan tidak mendapatkan
bantuan modal. Hal ini juga seharusnya menjadi perhatian oleh lembaga keuangan bank mapun non bank untuk memberikan kemudahan bagi usaha kecil yang tidak memiliki jaminan namun mempunyai kemampuan untuk mengembalikan modal pinjaman sesuai dengan yang telah disepakati,maka pinjaman dapat diberikan dengan bunga yang rendah dan disesuaikan dengan besarnya scope usahanya.
(3) Menggalakkan program kemitraan antara perusahaan, pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah, lembaga keuangan untuk merangkul pelaku usaha kecil yang memiliki keterbatasan kemampuan mengembangkan usaha berupa pemberian pelatihan, ketrampilan dan manajemen usaha yang sesuai dengan lingkup usaha dan pangsa pasar yang ada seperti ketrampilan pemasaran dan pemanfaatan tehnologi yang murah namun berkualitas. Peran pemerintah dalam hal ini dinas perdagangan dan perindustrian, dinas koperasi dan usaha kecil menengah baik ditingkat pusatmaupun daerah hendaknya melakukan tugas dan fungsinyamembantu pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah ini seuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam prinsip good governance yang transparan, akuntabel, responsibility, independen serta fairness untuk mencegah terjadinya praktek-praktek korupsi gaya baru yang hanya akanmerugikan pihak usaha mikro kecil dan menengah.
(4) Peran serta organisasi kemasyarakatan sebagai pengawas dan pihak yang berkepentingan serta pengguna produkmaupun jasa yang dihasilkan oleh usaha mikro, kecil dan menengah hendaknya juga harusmemantau pelaksanaan reposisi fungsi lembaga keuangan bank dan non bank ini dalam hal pemberian bantuan dan kemitraan serta pengembangan manajemen usaha kecil sehingga dapat tercipta suatu kondisi perekonomian yang berbasis kerakyatan yang kondusif dan mampu menghadapi persaingan dengan produkmaupun jasa dari luar negeri yang gencar menyerbu pangsa pasar dalam negeri.

7.      Hasil                                  :
Upaya mereposisi fungsi lembaga keuangan bank dan non bank untuk memberdayakan ekonomi
kerakyatan yang sebagian besar terdiri dari pelaku usaha kecil atau mikro dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah, pembangunan harus diarahkan pada upaya untuk memajukan harkat, martabat, kualitas, serta kesejahteraan segenap lapisan masyarakat. Dalam konteks itu berarti pembangunan tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kemauan dan kemampuan manusia dalam melestarikan pembangunan secara mandiri. Pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang melibatkan peran serta lembaga keuangan bank dan non bank mikro akan lebih mengakomodir kepentingan pelaku usaha mikro yang kesulitan permodalan dan kemampuan untuk eksis di era persaingan bisnis saat ini. Bagi usaha mikro yang mempunyai keterbatasan jaminan untuk mendapatkan bantuan modal hendaknya tetap mendapat perhatian yang serius, selagi usaha mikro mempunyai kemampuan untuk mengembalikan modal pinjaman dan mampu mengembangkan usaha lebih pesat lagi, maka bantuan permodalan dapat diberikan kepada usaha mikro tersebut. Selain bantuan permodalan, yang lebih penting lagi tambahan bantuan ketrampilan dan peningkatan kemampuan untuk bisa menjalankan bisnis dan usahanya lebih professional lagi seperti pengetahuan tentang kualitas produk dan pengetahuan pemasaran poduk maupun jasa. Pemberdayaan ekonomi kerakyatan bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah dapat dilakukan sebagai wujud dari penurunan angka kemiskinan dengan memberikan bantuan modal, dan bekal ketrampilan serta penguasaan tehnologi yang murah namun berkualitas.


Sumber :
(Diakses pada 17 juni 2016)