Kamis, 30 April 2015

Rangkuman Bab 10, Softskill Perekonomian Indonesia



MAIMUNAH

26214334

1EB31
BAB 10

Sektor Pertanian

A.  Sektor pertanian di Indonesia 

a.       Selama periode ( 1995-1997 )PDB sektor pertanian (peternakan, kehutanan & perikanan) menurun & sektor lain spt menufaktur meningkat.
b.      Sebelum krisis moneter, laju pertumbuhan output sektor pertanian < ouput sektor non pertanian
c.       1999 semua sektor turun kecuali listrik, air dan gas.

Rendahnya pertumbuhan output pertanian disebabkan:

a.    Iklim kemarau jangka panjang berakibat volume dan daya saing turun
b.    Lahan - lahan garapan petani semakin kecil
c.    Kualitas SDM rendah
d.   Penggunaan Teknologi rendah

Sistem perdagangan dunia pasca putaran Uruguay (WTO/GATT)ditandatangani oleh 125 negara anggota GATT telah menimbulkan sikap optimisme & pesimisme Negara LDC’s:

a.    Optimis Persetujuan perdagangan multilateral WTO menjanjikan berlangsungnya perdagangan bebas didunia terbebas dari hambatan tariff & non tarif.
b.    Pesimis Semua negara mempunyai kekuatan ekonomi yg berbeda. DC’s mempunyai kekuatan > LDC’s.

Perjanjain tsb merugikan bagi LDC’s, karena produksi dan perdagangan komoditi pertanian, industri & jasa di LDC’s masih menjadi masalah besar & belum efisien sbg akibat dari rendahnya teknologi & SDM, shg produk dri DC’s akan membanjiri LDC’s.

Butir penting dalam perjanjian untuk pertanian:

1. Negara dg pasar pertanian tertutup harus mengimpor minimal 3 % dari kebutuhan konsumsi domestik dan naik secara bertahap menjadi 5% dlm jk waktu 6 tahun berikutnya
2.    Trade Distorting Support untuk petani harus dikurangi  sebanyak 20% untuk DC’s dan 13,3 % untuk LDC’s selama 6 tahun
3.    Nilai subsidi ekspor langsung produk pertanian harus diturunkan sebesar 36% selama 6 tahun & volumenya dikurangi 12%.
4.    Reformasi bidang pertanian dlm perjanjian ini tdk berlaku utk negara miskin

Temuan hasil studi dampak perjanjian GATT:

a.    Sekertariat GATT (Sazanami, 1995) Perjanjian tsb berdampak + yakni peningkatan pendapatan per tahun Eropa Barat US $ 164 Milyar, USA US$ 122 Milyar, LDC’s & Eropa Timur US $ 116 Milyar. Pengurangan subsidi ekspor sebesar 36 % dan penurunan subsidi sector pertanian akan meningkatkan pendapatan sector pertanian Negara Eropa US $ 15 milyar & LDC’s US $ 14 Milyar
b.    Goldin, dkk (1993) Sampai th 2002, sesudah terjadi penurunan tariff & subsidi 30% manfaat ekonomi rata-rata pertahun oleh anggota GATT sebesar US $ 230 Milyar (US $ 141,8 Milyar / 67%0 dinikmati oleh DC’s dan Indonesia rugi US $ 1,9 Milyar pertahaun
c.    Satriawan (1997) Sektor pertanian Indonesia rugi besar dlm bentuk penurunan produksi komoditi pertanian sebesar 332,83% dengan penurunan beras sebesar 29,70% dibandingkan dg Negara ASIAN
d.   Feridhanusetyawan, dkk (2000)รจ Global Trade Analysis Project mengenai 3 skenario perdagangan bebas yakni Putaran Uruguay, AFTA & APEC. Ide dasarnya: apa yang terjadi jika 3 skenario dipenuhi (kesepakatan ditaati) dan apa yang terjadi jika produk pertanian diikutsertakan? Perubahan yang diterapkan dalam model sesuai kesepakatan putaran Uruguay adalah:
e.    Pengurangan pajak domestic & subsidi sector pertanian sebesar 20% di DC’s dan 13 % di LDC’s.
f.     Penurunan pajak/subsidi ekspor sector pertanian 36% di DC’s & 24% di LDC’s.
g.    Pengurangan border tariff untuk komoditi pertanian & non pertanian

Liberalisasi perdagangan berdampak negative bagi Indonesia thd produksi padi & non gandum. Untuk AFTA & APEC, liberalisasi  perdagangan pertanian menguntungkan Indonesia dg meningkatnya produksi jenis gandum lainnya (terigu, jagung & kedelai). AFTA Indonesia menjadi produsen utama pertanian di ASEANdan output pertanian naik lebih dari 31%. Ekspor pertanian naik 40%.

B.  Nilai tukar pertanian

Nilai tukar nilai tukar suatu barang dengan barang lainnya. Jika harga produk A Rp 10 dan produk B Rp 20, maka nilai tukar produk A thd B=(PA/PB)x100% =1/2. Hal ini berarti 1 produk A ditukar dengan ½ produk B. Dengan menukar ½ unit B dapat 1 unit A. Biaya opportunitasnya adalah mengrobankan 1 unit A utk membuat ½ unit B.

Dasar Tukar (DT):

a.    DT dalam negeri pertukaran 2 barang yang berbeda di dalam negeri dengan mata uang nasional
b.    DT internasional / Terms Of Trade pertukaran 2 barang yang berbeda di dalamnegeri dg mata uang internasional.

Nilai Tukar Petani Selisih harga output pertanian dg harga inputnya (rasio indeks harga yang diterima petani dg indeks harga yang dibayar). Semakin tinggi NTP semakin baik.

NTP setiap wilayah berbeda dan ini tergantung:

a.    Inflasi setiap wilayah.
b.    Sistem distribusi input pertanian.
c.    Perbedaan ekuilibrium pasar komoditi pertanian setiap wilayah (D=S) D>S harga naik & D<S harga turun.


C.  Investasi di Sektor Pertanian

Investasi di sector pertanian tergantung :

a.    Laju pertumbuhan output.
b.    Tingkat daya saing global komoditi pertanian.
Investasi:
a.    Langsung Membeli mesin
b.    Tidak Langsung Penelitian & Pengembangan   
   
Hasil penelitian:

a.    Supranto (1998)รจ laju pertumbuhan sektor ini rendah, karena PMDN & PMA serta kerdit yg mengalir kecil. Hal ini karena resiko lebih tinggi (gagal panen) dan nilai tambah lebih kecil di sektor pertanian.
Tabel 5.17 Investasi di sektor pertanian & industri manufaktur (Rp milyar) 1993-96
Sektor              : 1993  1994  1995  1996
Pertanian         :  2.735 4.545 7.128 15.284
Manufaktur     :  24.032   31.922 43.342 59.218
b.    Simatupang (1995) kredit perbankan lebih banyak megalir ke sektor non pertanian & jasa dibanding ke sektor pertanian.
Tabel 5.18 Kredit Perbankan di sektor pertanian & industri manufaktur (Rp milyar) 1993-96
Sektor              :  1993  1994  1995  1996
Pertanian         :  7.846 8.956 9.841 11.010
Manufaktur     :  11.346 13.004 15.324 15.102
Penurunan ini disebabkan ROI sector pertanian +/- 15 %,shg tdk menarik.

D.  Keterkaitan Pertanian dengan Industri Manufaktur

Salah satu penyebab krisis ekonomi kesalahan industrialisasi yg tidak berbasis pertanian. Hal ini terlihat bahwa laju pertumbuhan sector pertanian (+) walaupu kecil, sedangkan industri manufaktur (-). Jepang, Taiwan & Eropa dlm memajukan industri manufaktur diawali dg revolusi sector pertanian.

Alasan sector pertanian harus kuat dlm proses industrialisasi:

a.    Sektor pertanian kuat pangan terjamin tidak ada lapar kondisi sospol stabil
b.    Sudut Permintaan  Sektor pertanian kuat pendapatan riil perkapita naik permintaan oleh petani thd produk industri manufaktur naik berarti industri manufaktur berkembang & output industri menjadi input sektor pertanian
c.    Sudut Penawaran permintaan produk pertanian sebagai bahan baku oleh industri manufaktur.
d.   Kelebihan output siktor pertanian digunakan sebagai sb investasi sektor industri manufaktur seperti industri kecil dipedesaan.

Daftar Pustaka : 

Rangkuman Bab 8/9, Softskill Perekonomian Indonesia



MAIMUNAH

26214334

1EB31

Bab 8/9

Pembangunan Ekonomi Daerah dan Otonomi Daerah

A.  Undang-Undang Otoni Daerah

a.    Tentang UU Otonomi Daerah

UU otonomi daerah itu sendiri merupakan implementasi dari ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menyebutkan otonomi daerah sebagai bagian dari sistem tata negara Indonesia dan pelaksanaan pemerintahan di Indonesia. Ketentuan mengenai pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tercantum dalam pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa:
“Pemerintahan daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”.

Selanjutnya Undang-Undang Dasar 1945 memerintahkan pembentukan UU Otonomi Daerah untuk mengatur mengenai susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945  Pasal 18 ayat (7), bahwa:
“Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang”.

Ketentuan tersebut diatas menjadi payung hukum bagi pembentukan UU otonomi daerah di Indonesia, sementara UU otonomi daerah menjadi dasar bagi pembentukan peraturan lain yang tingkatannya berada di bawah undang-undang menurut hirarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Otonomi daerah di Indonesia dilaksanakan segera setelah gerakan reformasi 1998. Tepatnya pada tahun 1999 UU otonomi daerah mulai diberlakukan. Pada tahap awal pelaksanaannya, otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Setelah diberlakukannya UU ini, terjadi perubahan yang besar terhadap struktur dan tata laksana pemerintahan di daerah-daerah di Indonesia.

b.    Perubahan UU Otonomi Daerah

Pada tahap selanjutnya UU otonomi daerah ini mendapatkan kritik dan masukan untuk lebih disempurnakan lagi. Ada banyak kritik dan masukan yang disampaikan sehingga dilakukan judicial review terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang otonomi daerah. Dengan terjadinya judicial review maka Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah diubah dan digantikan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah ini juga diikuti pula dengan perubahan peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur mengenai otonomi daerah yang berfungsi sebagai pelengkap pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia seperti Undang-Undang Nomor  23 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang selanjutnya digantikan dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

Sesungguhnya UU otonomi daerah telah mengalami beberapa kali perubahan setelah disahkannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Namun perubahan tersebut meskipun penting namun tidak bersifat substansial dan tidak terlalu memberikan pengaruh terhadap tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah karena hanya berkaitan dengan penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Sejak Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disahkan menggantikan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomo 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004  tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2977).

Selanjutnya dilakukan lagi perubahan melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

B.  Perubahan Penerimaan Daerah & Peranan Pendapatan Asli Daerah

ร˜ Pendapatan daerah: PAD, bagi hasil pajak dan non pajak, pemberian dari pemerintah
ร˜ Dalam UU No. 25 ada tambahan pos penerimaan daerah yaitu dana perimbangan dari pemerintah pusat
ร˜ Beberapa dampak dari diberlakukannya UU No. 25 terhadap keuangan daerah adalah :
§  Peranan PAD  dalam pembiayaan pembangunan ekonomi (APBD) tidak terlalu besar. Hal ini mencerminkan tingginya tingkat ketergantungan finansial daerah terhadap pemerintah pusat.
§  Ada Korelasi positif antara daerah yang kaya SDA dan SDM  dengan peranan PAD dalam APBD
§  Pada tahun 1998/1999 terjadi penurunan PAD dalam pembentukan APBD-nya, salah satu penyebabnya adalah krisis ekonomi yang melanda tanah air. 

C.  Pembangunan Ekonomi Regional 

Teori pertumbuhan regional merupakan bagian penting dalam analisa ekonomi regional dan perkotaan. Alasannya pertumbuhan merupakan salah satu indikator utama dalam pembangunan ekonomi suatu negara atau wilayah dan mempunyai implikasi dalam berbagai kebijakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan itu sendiri adalah proses-proses peningkatan output perkapita dalam jangka panjang. Jadi dalam ekonomi regional proses itu terjadi dalam suatu wilayah atau kawasan itu.

Penekanan pertumbuhan ekonomi regional lebih dipusatkan pada pengaruh perbedaan karakteristik space terhadap pertumbuhan ekonomi. Faktor yang menjadi perhatian utama dalam teori pertumbuhan ekonomi regional dan perkotaan :

–    Keuntungan lokasi.
–    Aglomerasi migrasi.
–    Arus lalu lintas modal antar wilayah.

 Sasaran utama dalam teori pertumbuhan regional adalah menjelaskan :

–    Mengapa suatu wilayah atau daerah ada pertumbuhannya yang cepat da nada yang lambat.
–    Mengapa terjadi perbedaan dan ketimpangan serta ketidakmerataan pembangunan antar wilayah atau kawasan.

 Berbeda dengan teori ekonomi secara konvensional. Teori ekonomi regional dan perkotaan memasukkan unsur lokasi (ruang) dan wilayah (kawasan) kedalam analisa, sehingga kesimpulan yang diperoleh berbeda dan lebih tajam. 

a.    Tujuan& Manfaat Teori Pertumbuhan Regional

 Sebagaimana diketahui pengertian wilayah secara akademik diartikan sebagai :

–          Wilayah homogen
–          Wilayah modal
–          Wilayah perencanaan
–          Wilayah administrative

Wilayah provinsi, kabupaten, dan kota merupakan wilayah administratif, bearti pertumbuhan disini adalah wilayah itu ada batas penduduk, pemerintahan, dan regulasinya sedangkan wilayah homogeny dan perencanaan ada kriteria lain.

 Tujuan untuk manfaat yang berkaitan dengan kepentingan :

–          Untuk apa
–          Bagaimana melaksanakan
–          Siapa yang melaksanakan
–          Untuk siapa pembangunan tersebut

Tujuan sama halnya dengan ekonomi makronya yaitu terjadinya proses peningkatan dan menyeluruh disemua wilayah. Boediono (1985), menjelaskan bahwa pertumbuhan harus bersumber dari wilayah itu sendiri. Faktor eksternal adalah sebagai supporting saja.Melalui pertumbuhan diharapkan pendapatan perkapita atau kesejahteraan penduduk akan meningkat dari periode ke periode.

Kemampuan wilayah atau daerah pasar proses pembangunan adalah terbatas, maka diperlukan perencanaan pembangunan dan kebijakan secara sistematis. Kemampuan wilayah ditentukan oleh kapasitas atau potensi daerah.

b.    Beberapa  Pandangan Dalam Ekonomu Regional

1.      Teori ekonomi klasik

– Pertama kali membahas pertumbuhan ekonomi secara sistematis adalah Adam Smit (1776). Intinya masyarakat dalam proses pembangunan harus diberi kebebasan seluas-luasnya dalam menentukan kegiatannya. Dalam kegiatan ini sitem yang paling cocok adalah system pasar bebas dalam membawa perekonomiannya kea rah full employment. Kemudian teori klasik ini dikoreksi oleh John Maynard Keyness (1936).

2.      Teori neo-klasik

Teori ini dikembangkan oleh Harrod-Domar (1957) yaitu melengkapi teori dari Maynard Keyness (1936) yang bersifat statis. Asumsi Harrod-Domar adalah :

1.    Perekonomian bersifat tertutup.
2.    MPS adalah konstan.
3.    Proses produksi memiliki koefisien konstan (constant return to scale).
4.    Pertumbuhan angkatan kerja dan penduduk adalah given dan konstan.

 Teori ini dikembangkan oleh Solow (1970) dan Swan (1950). Model Solow dan Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi modal, dan kemajuan teknologi serta perkembangan output yang saling berinteraksi.

3.      Teori basis (Export Base Theory)

Dikembangkan oleh Tybolt yang mengklasifikasikan sektor-sektor ekonomi atau pekerjaan menurut dasar-dasar dan bukan pasar (basic dan non basic) kegiatan dasar umumnya bersifat exogenous artinya tidak terkait dengan masalah internal.Sektor didalam wilayah itu ditentukan oleh sektor yang paling dominan dan tergantung kepada alam atau tempat.

c.    Model Pertumbuhan Regional 

 Ekspor base modal

Modal pertumbuhan regional diawali dengan export base theory dari teori Tybolt (Richardian 1978). Teori ini diperkenalkan oleh C. North pada tahun 1956 dimana pertumbuhan ekonomi suatu wilayah atau daerah ditentukan oleh keuntungan komparatif (comparative advantage).

D.  Faktor – faktor Penyebab Ketimpangan Pembangunan Ekonomi.

Menurut Syafrijal 2012, Ada Beberapa Faktor utama yang mempengaruhi ketimpangan ,yaitu :

1.    Perbedaan Kandungan Sumber Daya Alam.

Perbedaan kandungan sumber daya alam akan mempengaruhi kegiatan produksi pada daerah bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumber daya alam cukup tinggi akan dapat memproduksi barang-barang tertentu dengan biaya relatif murah dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih rendah. Kondisi ini mendorong pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan menjadi lebih cepat. Sedangkan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih kecil hanya akan dapat memproduksi barang-barang dengan biaya produksi lebih tinggi sehingga daya saingnya menjadi lemah. Kondisi tersebut menyebabkan daerah bersangkutan cenderung mempunyai pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat.

2.    Perbedaan kondisi Demografis.

Perbedaan kondisi demografis meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku dan kebiasaan serta etos kerja yang dimiliki masyarakat daerah bersangkutan. Kondisi demografis akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat setempat. Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.

3.    Kurang Lancarnya Mobilitas Barang dan Jasa.

Mobilitas barang dan jasa meliputi kegiatan perdagangan antar daerah dan migrasi baik yang disponsori pemerintah (transmigrasi) atau migrasi spontan. Alasannya adalah apabila mobilitas kurang lancar maka kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat di jual ke daerah lain yang membutuhkan. Akibatnya adalah ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung tinggi, sehingga daerah terbelakang sulit mendorong proses pembangunannya.

4.    Konsenterasi Kegiatan Ekonomi Wilayah.

Pertumbuhan ekonomi akan cenderung lebih cepat pada suatu daerah dimana konsentrasi kegiatan ekonominya cukup besar. Kondisi inilah yang selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat.

5.    Alokasi Dana Pembangunan Antar Wilayah.

Alokasi dana ini bisa berasal dari pemerintah maupun swasta. Pada sistem pemerintahan otonomi maka dana pemerintah akan lebih banyak dialokasikan ke daerah sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung lebih rendah. Untuk investasi swasta lebih banyak ditentukan oleh kekuatan pasar. Dimana keuntungan lokasi yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan kekuatan yang berperan banyak dalam menark investasi swasta. Keuntungan lokasi ditentukan oleh biaya transpor baik bahan baku dan hasil produksi yang harus dikeluarkan pengusaha, perbedaan upah buruh, konsentrasi pasar, tingkat persaingan usaha dan sewa tanah. Oleh karena itu investai akan cenderung lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan.

E.  Pembangunan Indonesia Bagian Timur.

Dalam membangun Kawasan Indonesia Bagian Timur, terdapat beberapa faktor pokok yang perlu diberikan perhatian lebih mendalam dalam memformulasikan strategi pengembangannya, yaitu: 

a) adanya keanekaragaman situasi dan kondisi daerah-daerah di KTI yang memerlukan kebijaksanaan serta solusi pembangunan yang disesuaikan dengan kepentingan setempat (local needs)
(b) perlunya pendekatan pembangunan yang dilaksanakan secara terpadu dan menggunakan pendekatan perwilayahan
(c) perencanaan pembangunan di daerah harus memperhatikan serta melibatkan peran serta masyarakat.
 (d) peningkatan serta pengembangan sektor pertanian yang tangguh untuk dapat menanggulangi masalah kemiskinan baik di perdesaan maupun di perkotaan melalui peningkatan pendapatan masyarakat khususnya dalam bidang agribisnis dan agroindustri, serta penyediaan berbagai sarana dan prasarana lapangan kerja.

 3 strategi pokok dalam upaya percepatan pembangunan KTI berdasarkan rancangan RPJM Nasional 2010-2014

1.       Pendekatan perwilayahan untuk percepatan pembangunan. Dalam hal ini, upaya membangun koordinasi dan komunikasi antar-propinsi di KTI akan menjadi sangat penting peranannya.
2.       Peningkatan daya saing dengan tujuan akhir untuk mensejahterakan masyarakat dengan tetap menjaga kelestarian dan keseimbangan ekosistem lingkungan hidup.
3.        perubahan manajemen publik, yang juga memiliki korelasi yang sangat kuat untuk membangkitkan daya saing wilayah, dengan memperhatikan birokrasi pemerintah yang responsif terhadap tantangan, potensi dan masalah daerah.

Kendala dan tantangan pembangunan Indonesia Bagian Timur.

1.    Kurangnya ketersediaan prasarana dan sarana dasar ekonomi.
2.    Terbatasnya kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia.
3.    Kendala geografis yang relatif terisolasi merupakan masalah utama bagi pengembangan KTI.
4.     jaringan transportasi, telekomunikasi, dan energi listrik, ketersediaan dan kualitas pelayanannya di wilayah Indonesia bagian Timur juga  masih harus ditingkatkan.

F.   Teori dan Analisis Pembangunan Ekonomi Daerah

Perbedaan karakteristik wilayah berarti perbedaan potensi yang dimiliki, sehingga membutuhkan perbedaan kebijakan untuk setiap wilayah. Untuk menunjukkan adanya perbedaan potensi ini maka dibentuklah zona-zona pengembangan ekonomi wilayah.

Zona Pengembangan Ekonomi Daerah adalah pendekatan pengembangan ekonomi daerah dengan membagi habis wilayah sebuah daerah berdasarkan potensi unggulan yang dimiliki, dalam satu daerah dapat terdiri dari dua atau lebih zona dan sebuah zona dapat terdiri dari dua atau lebih cluster. Setiap zona diberi nama sesuai dengan potensi unggulan yang dimiliki, demikian pula pemberian nama untuk setiap cluster.

Zona pengembangan ekonomi daerah (ZPED) adalah salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk membangun ekonomi suatu daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di masa depan. Pola pembangunan ekonomi dengan pendekatan Zona Pengembangan Ekonomi Daerah (ZPED), bertujuan:

1.    Membangun setiap wilayah sesuai potensi yang menjadi keunggulan kompetitifnya/kompetensi intinya.
2.    Menciptakan proses pembangunan ekonomi lebih terstruktur, terarah dan berkesinambungan
3.    Memberikan peluang pengembangan wilayah kecamatan dan desa sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daerah.

Hal ini sejalan dengan strategi pembangunan yang umumnya dikembangkan oleh para ahli ekonomi regional dewasa ini. Para ahli sangat concern dengan ide pengembangan ekonomi yang bersifat lokal, sehingga lahirlah berbagai Strategi Pembangunan Ekonomi Lokal (Local Economic Development/LED).
Strategi ini terangkum dalam berbagai teori dan analisis yang terkait dengan pembangunan ekonomi lokal. Salah satu analisis yang relevan dengan strategi ini adalah Model Pembangunan Tak Seimbang, yang dikemukakan oleh Hirscman :
“Jika kita mengamati proses pembangunan yang terjadi antara dua priode waktu tertentu akan tampak bahwa berbagai sektor kegiatan ekonomi mengalami perkembangan dengan laju yang berbeda, yang berarti pula bahwa pembangunan berjalan dengan baik walaupun sektor berkembang dengan tidak seimbang. Perkembangan sektor pemimpin (leading sector) akan merangsang perkembangan sektor lainnya. Begitu pula perkembangan di suatu industri tertentu akan merangsang perkembangan industri-industri lain yang terkait dengan industri yang mengalami perkembangan tersebut”.

Model pembangunan tak seimbang menolak pemberlakuan sama pada setiap sektor yang mendukung perkembangan ekonomi suatu wilayah. Model pembangunan ini mengharuskan adanya konsentrasi pembangunan pada sektor yang menjadi unggulan (leading sector) sehingga pada akhirnya akan merangsang perkembangan sektor lainnya.

Terdapat pula analisis kompetensi inti (core competiton). Kompetensi inti dapat berupa produk barang atau jasa yang andalan bagi suatu zona/kluster untuk membangun perekonomiannya. Pengertian kompetensi inti menurut Hamel dan Prahalad (1995) adalah :

“Suatu kumpulan kemampuan yang terintegrasi dari serangkaian sumberdaya dan perangkat pendukungnya sebagai hasil dari proses akumulasi pembelajaran, yang akan bermanfaat bagi keberhasilan bersaing suatu bisnis”.

Daftar Pustaka :