MAIMUNAH
26214334
1EB31
Bab 6/7
Kemiskinan dan
Kesenjangan
A.
Konsep
& Pengertian kemiskinan
kemiskinan secara
konseptual dapat dibedakan atas tiga pengertian, yaitu kemiskinan subyektif,
kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Dalam pengertian kemiskinan
subyektif, setiap orang mendasarkan pemikirannya sendiri dengan menyatakan
bahwa kebutuhannya tidak terpenuhi secara cukup walaupun secara absolut atau
relatif sebenarnya orang itu tidak tergolong miskin”. Kemiskinan subyektif
terjadi karena individu menyamaratakan keinginan (wants) dengan kebutuhan
(needs). Pengertian kemiskinan absolut adalah kondisi di mana seseorang atau
keluarga memiliki pendapatan tetapi tidak mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan
minimumnya sehari-hari secara efisien. Pengertian kemiskinan relatif berkaitan
dengan konsep relative deprivation di mana kemampuan pemenuhan kebutuhan
seseorang atau sebuah keluarga berada dalam posisi relatif terhadap anggota
masyarakat lain yang tinggal dalam satu wilayah. Konsep ini terkait erat dengan
ketimpangan pendapatan
B.
Garis
Kemiskinan
Garis kemiskinan atau
batas kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi
untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu negara. Dalam
praktiknya, pemahaman resmi atau umum masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan
juga definisi kemiskinan) lebih tinggi di negara maju daripada di negara
berkembang. Hampir setiap masyarakat memiliki rakyat yang hidup dalam
kemiskinan. Garis kemiskinan berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat
digunakan untuk mengukur rakyat miskin dan mempertimbangkan pembaharuan
sosio-ekonomi, misalnya seperti program peningkatan kesejahteraan dan asuransi
pengangguran untuk menanggulangi kemiskinan.
C. Penyebab dandampak kemiskinan
Penyebab
kemiskinan menurut Kuncoro (2000:107) sebagai berikut :
1. Secara
makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber
daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya
memiliki sumber daya dalam jumlah yang terbatas dan kualitasnya rendah
2. kemiskinan
muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas sumber
daya manusia yang rendah berarti produktivitas juga rendah, upahnyapun rendah
kemiskinan muncul sebab perbedaan akses dan modal
3. Sendalam
ismawan (2003:102) mengutarakan bahwa penyebab kemiskinan dan keterbelakangan
adalah persoalan aksesibilitas. Akibat keterbatasan dan ketertiadaan akses
manusia mempunyai keterbatasan (bahkan tidak ada) pilihan untuk mengembangkan
hidupnya, kecuali menjalankan apa terpaksa saat ini yang dapat dilakukan (bukan
apa yang seharusnya dilakukan). Dengan demikian manusia mempunyai keterbatasan
dalam melakukan pilihan, akibatnya potensi manusia untuk mengembangkan hidupnya
menjadi terhambat.
Kemiskinan
juga muncul karena adanya perbedaan kualitas sumber daya manusia, karena jika
kualitas manusianya rendah pasti akan mempengaruhi yang lain, seperti
pendapatan. Tapi itu hanyalah masalah klasik. Sekarang penyebab kemiskinan
adalah karena tidak mempunyai uang yang banyak. Orang yang mempunyai uang
banyak, mereka dapat meningkatkan kualitas hidupnya karena mereka dapat
bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Berbeda dengan orang miskin yang tidak
punya uang banyak, mereka tidak dapat bersekolah yang lebih tinggi karena
mereka tidak punya uang lagi untuk membiayai uang sekolah seperti masuk
perguruan tinggi atau SMA.
Dampak
kemiskinan begitu bervariasi karena kondisi dan penyebab yang berbeda
memunculkan akibat yang berbeda juga.
Pengangguran
merupakan dampak dari kemiskinan, berhubung pendidikan dan keterampilan
merupakan hal yang sulit diraih masyarakat, maka masyarakat sulit untuk
berkembang dan mencari pekerjaan yang layak untuk memenuhi kebutuhan.
Dikarenakan sulit untuk bekerja, maka tidak adanya pendapatan membuat pemenuhan
kebutuhan sulit, kekurangan nutrisi dan kesehatan, dan tak dapat memenuhi
kebutuhan penting lainnya. Misalnya saja harga beras yang semakin meningkat,
orang yang pengangguran sulit untuk membeli beras, maka mereka makan seadanya.
Seorang pengangguran yang tak dapat memberikan makan kepada anaknya akan menjadi
dampak yang buruk bagi masa depan sehingga akan mendapat kesulitan untuk waktu
yang lama.
Kriminalitas
merupakan dampak lain dari kemiskinan. Kesulitan mencari nafkah mengakibatkan
orang lupa diri sehingga mencari jalan cepat tanpa memedulikan halal atau
haramnya uang sebagai alat tukar guna memenuhi kebutuhan. Misalnya saja
perampokan, penodongan, pencurian, penipuan, pembegalan, penjambretan dan masih
banyak lagi contoh kriminalitas yang bersumber dari kemiskinan. Mereka
melakukan itu semua karena kondisi yang sulit mencari penghasilan untuk
keberlangsungan hidup dan lupa akan nilai-nilai yang berhubungan dengan Tuhan.
Di era global dan materialisme seperti sekarang ini tak heran jika kriminalitas
terjadi dimanapun.
Putusnya
sekolah dan kesempatan pendidikan sudah pasti merupakan dampak kemiskinan.
Mahalnya biaya pendidikan menyebabkan rakyat miskin putus sekolah karena tak
lagi mampu membiayai sekolah. Putus sekolah dan hilangnya kesempatan pendidikan
akan menjadi penghambat rakyat miskin dalam menambah keterampilan, menjangkau
cita-cita dan mimpi mereka. Ini menyebabkan kemiskinan yang dalam karena
hilangnya kesempatan untuk bersaing dengan global dan hilangnya kesempatan
mendapatkan pekerjaan yang layak.
Kesehatan
sulit untuk didapatkan karena kurangnya pemenuhan gizi sehari-hari akibat
kemiskinan membuat rakyat miskin sulit menjaga kesehatannya. Belum lagi biaya
pengobatan yang mahal di klinik atau rumah sakit yang tidak dapat dijangkau
masyarakat miskin. Ini menyebabkan gizi buruk atau banyaknya penyakit yang
menyebar.
Buruknya
generasi penerus adalah dampak yang berbahaya akibat kemiskinan. Jika anak-anak
putus sekolah dan bekerja karena terpaksa, maka akan ada gangguan pada
anak-anak itu sendiri seperti gangguan pada perkembangan mental, fisik dan cara
berfikir mereka. Contohnya adalah anak-anak jalanan yang tak mempunyai tempat
tinggal, tidur dijalan, tidak sekolah, mengamen untuk mencari makan dan lain
sebagainya. Dampak kemiskinan pada generasi penerus merupakan dampak yang
panjang dan buruk karena anak-anak seharusnya mendapatkan hak mereka untuk
bahagia, mendapat pendidikan, mendapat nutrisi baik dan lain sebagainya. Ini
dapat menyebabkan mereka terjebak dalam kesulitan hingga dewasa dan berdampak
pada generasi penerusnya.
D.
Pertumbuhan,
kesenjangan dan kemiskinan
Pertumbuhan Kesenjangan
Merupakan
hubungan antara pertumbuhan dan kesenjangan.Hubungan antara tingkat kesenjangan
pendapatan dengan pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan dengan Kuznet
Hypothesis. Hipotesis ini berawal dari pertumbuhan ekonomi (berasal dari
tingkat pendapatan yang rendah berasosiasi dalam suatu masyarakat agraris pada
tingkat awal) yang pada mulanya menaik pada tingkat kesenjangan pendapatan
rendah hingga pada suatu tingkat pertumbuhan tertentu selanjutnya kembali menurun.
Indikasi yang digambarkan oleh Kuznet didasarkan pada riset dengan menggunakan
data time series terhadap indikator kesenjangan Negara Inggris, Jerman, dan
Amerika Serikat.
Pemikiran
tentang mekanisme yang terjadi pada phenomena “Kuznet” bermula dari transfer
yang berasal dari sektor tenaga kerja dengan produktivitas rendah (dan tingkat
kesenjangan pendapatannya rendah), ke sektor yang mempunyai produktivitas
tinggi (dan tingkat kesenjangan menengah). Dengan adanya kesenjangan antar
sektor maka secara subtansial dapat menaikan kesenjangan diantara tenaga kerja
yang bekerja pada masing-masing sektor (Ferreira, 1999, 4).
Versi
dinamis dari Kuznet Hypothesis, menyebutkan kan bahwa kecepatan pertumbuhan
ekonomi dalam beberapa tahun (dasawarsa) memberikan indikasi naiknya tingkat
kesenjangan pendapatan dengan memperhatikan initial level of income (Deininger
& Squire, 1996). Periode pertumbuhan ekonomi yang hampir merata sering
berasosiasi dengan kenaikan kesenjangan pendapatan yang menurun.
Kemiskinan adalah
keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti
makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
Kemiskinan
dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya
akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global.
Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara
yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi
memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Kemiskinan
dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
· Gambaran
kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari,
sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami
sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
· Gambaran
tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan
ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk
pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari
kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan
tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
· Gambaran
tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna
"memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik
dan ekonomi di seluruh dunia.
E. Indikator Kesenjangan dan Kemiskinan
1. Indikator
Kesenjangan Ada sejumlah cara untuk mengukurtingkat kesenjangan dalam distribusi
pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan
stochastic dominance.Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari
kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the
Generalized Entropy (GE),ukuranAtkinson,danKoefisienGiniYang paling sering
dipakai adalahkoefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0-1. Bila
0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama daripendapatan)
Bila 1 : ketidak merataan yangsempurna dalam pembagian pendapatan.
Ide dasar dari
perhitungan koefisien gini berasal dari Kurva Lorenz.Semakin tinggi nilai rasio
gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat
tersebut, semakin besar tingkat ketidak merataan distribusi pendapatan.
Ketimpangan dikatakan sangat tinggi apabilai nilai koefisien gini berkisar
antara 0,71-1,0. Ketimpangan dikatakan tinggi dengan nilai koefisien gini
0,5-0,7. Ketimpangan dikatakan sedang dengan nilai koefisien gini antara
0,36-0,49. Ketimpangan dikatakan rendah dengan nilai koefisien gini antara
0,2-0,35. Selain alat ukur diatas, cara pengukuran lainnya yang juga umum
digunakan, terutama oleh Bank Dunia adalah dengan cara jumlah penduduk
dikelompokkan menjadi tiga group :
40% penduduk dengan pendapatan rendah, 40% penduduk dengan pendapatan menengah, 20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk. Selanjutnya, ketidak merataan pendapatan diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk dengan pendapatan rendah.
Menurut kriteria Bank Dunia, tingkat ketidak merataan dalam distribusi
yaitu : pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40% penduduk dari kelompok berpendapatan rendah menerima lebih kecil dari 12% dari jumlah pendapatan. Tingkat ketidak merataan sedang, apabila kelompok tersebut menerima 12% sampai17%darijumlahpendapatan.
Sedangkan ketidak merataan rendah, apabila kelompok tersebut menerima lebih besardari17% dari jumlah pendapatan.
a.
Indikator Kemiskinan
Karena adanya
perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup batas garis kemiskinan yang
digunakan setiap negara berbeda-beda. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan
batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk
memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk
kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan
pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk
perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.BPS menggunakan 2 macam
pendekatan, yaitu:
1.Pendekatan
kebutuhan dasar (basic needs approach)
Basic Needs
Appoarch merupakan
pendekatan yang sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan
dikonseptualisasikan sebagai ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar.
pendekatan yang sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan
dikonseptualisasikan sebagai ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar.
2. Pendekatan Head
Count Index
Head Count Index
merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah
penduduk yang berada di bawah batas yang disebut garis kemiskinan, yang
merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non makanan. Dengan
demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu garis kemiskinan
makanan (food line) dan garis kemiskinan nonmakanan (nonfoodline).
F. Kemiskinan di Indonesia
a. Pengertian Kemiskinan
Secara harfiah, kemiskinan berasal dari kata dasar miskin yang artinya tidak berharta-benda (Poerwadarminta, 1976).Departemen Sosial dan Biro
Pusat Statistik, mendefinisikan sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos, 2002). Orang disebut miskin jika dalam kadar tertentu sumber daya ekonomi yang mereka miliki di bawah target atau patokan yang telah ditentukan. Yang dimaksud dengan kemiskinan sosial adalah kurangnya jaringan sosial dan struktur sosial yang mendukung orang untuk mendapatkan kesempatan-kesempatan agar produktivitasnya meningkat. Kemiskinan dipandang sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya secara layak untuk menempuh dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
Dengan demikian,
kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi
juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang
atau sekelompok orang, dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Hidup
miskin bukan hanya berarti hidup di dalam kondisi kekurangan sandang, pangan,
dan papan. Akan tetapi,
kemiskinan juga berarti akses yang rendah dalam sumber daya dan aset produktif untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan hidup, antara lain : ilmu pengetahuan, informasi,
teknologi, dan modal. Dari berbagai sudut pandang tentang pengertian
kemiskinan juga berarti akses yang rendah dalam sumber daya dan aset produktif untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan hidup, antara lain : ilmu pengetahuan, informasi,
teknologi, dan modal. Dari berbagai sudut pandang tentang pengertian
kemiskinan, pada dasarnya bentuk kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi tiga pengertian, yaitu: :
1. Kemiskinan Absolut
Seseorang
dikategorikan termasuk ke dalam golongan miskin absolut
apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan,
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, yaitu :
pangan, sandang, kesehatan, papan, dan pendidikan
apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan,
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, yaitu :
pangan, sandang, kesehatan, papan, dan pendidikan
1.
Kemiskinan Relatif
Seseorang yang
tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup diatas garis kemiskinan tetapi
masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya
2.
Kemiskinan Kultural
Kemiskinan ini
berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau
berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain
yang membantunya.
G. Faktor Penyebab Kemiskinan
Adapun
faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan dapat dikategorikan dalam dua hal
sebagai berikut ini :
1. Faktor Internal (dari dalam diri individu) yaitu berupa kekurangmampuan dalam hal :
a. Fisik misalnya cacat, kurang gizi, sakit- sakitan.
b.
Intelektual misalnya kurangnya pengetahuan,
kebodohan, kekurangtahuan informasi.
c.
Mental Emosional misalnya malas,
mudah menyerah, putus asa temperamental.
d.
Spritual misalnya tidak jujur,
penipu, serakah, tidak disiplin.
e.
Sosial Psikologis misalnya kurang
motivasi, kurang percaya diri, depresi/stres, kurang relasi, kurang mampu
mencari dukungan.
f.
Ketrampilan misalnya tidak mempunyai
keahlian yang sesuai dengan permintaan lapangan kerja.
g.
Asset misalnya tidak memiliki stok
kekayaan dalam bentuk tanah, rumah, tabungan, kendaraan dan modal kerja.
2. Faktor Eksternal (berada di luar diri individu atau keluarga) , yang menyebabkan terjadinya kemiskinan antara lain :
a. Terbatasnya pelayanan sosial dasar.
b. Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah.
c. Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurang
terlindunginya
usaha-usaha sektor informal.
usaha-usaha sektor informal.
d. Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit
mikro dan tingkat bunga yang tidak mendukung sektor usaha mikro.
e. Belum terciptanya sistim ekonomi kerakyatan
dengan prioritas sektor riil masyarakat banyak.
H. Kebijakan Anti Kemiskinan
Kebijakan anti-kemiskinan dan
distribusi pendapatan mulai muncul sebagai salah satu kebijakan yang sangat
penting dari lembaga-lembaga dunia. Kebijakan
anti-kemiskinan di Indonesia terefleksi dari besarnya pengeluaran dalam APBN
untuk membiayai program-program pemberantasan kemiskinan di tanah air. Sebagai
suatu ilustrasi empiris, antara tahun 1994/95 hingga 2000. Pengeluaran untuk
memberantas kemiskinan diberikan dalam dua bentuk yaitu :
1. Dalam
bentuk uang (kas), subsidi beras, pelayanan kesehatan, gizi, dan pendidikan.
2. Penciptaan
kesempatan kerja.
Indonesia sebagai
negara terbesar dalam jumlah manusia di ASEAN, ternyata pengeluarannya untuk
pendidikan dan kesehatan bukan yang terbesar. Pada tahun 2000, Bank Dunia
muncul dengan suatu kerangka kerja analisis yang baru untuk memerangi
kemiskinan yang di bangun di atas tiga pilar, yaitu : pemberdayaan, keamanan,
dan kesempatan.
Menurut ADB
(1999), ada tiga pilar dari suatu strategi penurunan kemiskinan, yaitu :
1.
Pertumbuhan berkelanjutan yang
pro-kemiskinan
2.
Pengembangan sosial yang terdiri
atas pengembangan SDM, modal social, perbaikan status dari perempuan, dan
perlindungan sosial
3.
Manajemen ekonomi makro dan
pemerintahan yang baik, yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan dari dua
pilarpertama
Untuk mendukung
strategi tersebut diperlukan intervensi pemerintah sesuai sasaran atau
tujuannya. Sasaran atau tujuan tersebut dibagi menurut waktu, yakni
jangka pendek, menengah dan panjang. Intervensi lainnya adalah manajemen
lingkungan dan SDA. Hancurnya lingkungan dan “habisnya” SDA dengan
sendirinya menjadi faktor pengerem proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi,
yang berarti juga sumber peningkatan kemiskinan.
Intervensi jangka
pendek terutama pembangunan sektor pertanian dan ekonomi pedesaan, pembangunan
transportasi, komunikasi, energi dan keuangan, peningkatan peran serta
masyarakat sepenuhnya (stakeholder participation) dalam proses pembangunan dan
proteksi sosial (termasuk pembangunan sistem jaminan sosial)
Intervensi jangka
menengah dan panjang adalah sbb :
1.
Pembangunan sector swasta
2.
Kerjasama regional
3.
Manajemen pengeluaran pemerintah
(APBN) dan administrasi
4.
Desentralisasi
5.
Pendidikan dan kesehatan
6.
Penyediaan air bersih dan
pembangunan perkotaan
7.
Pembagian tanah pertanian yang
merata
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
mencanangkan “tujuan pembangunan Abad Milenium” yang harus dicapai 191 negara.
Ada 8 target yang harus dicapai yaitu sebagai berikut :
1. Meniadakan kemiskinan dan kelaparan
ekstrem
2. Mencapai pendidikan dasar secara
universal
3. Meningkatkan kesejahteaan jender dan
memberdayakan wanita
4. Mengurangi tingkat kematian anak
5. Memperbaiki kesehatan ibu
6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan
penyakit lainnya
7. Menjamin kelestarian lingkungan
hidup
8. Membentuk sebuah kerja sama global
untuk pembangunan
Daftar Pustaka :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar