Jumat, 29 April 2016

Tugas 6, Softskill Aspek Hukum dalam Ekonomi. Penggelapan Pajak




MAIMUNAH
26214334
2EB32
PENGGELAPAN PAJAK



Pengertian Penggelapan Pajak
Penggelapan pajak (tax evasion) adalah tindak pidana karena merupakan rekayasa subyek (pelaku) dan obyek (transaksi) pajak untuk memperoleh penghematan pajak secara melawan hukum (unlawfull), dan penggelapan pajak boleh dikatakan merupakan virus yang melekat (inherent) pada setiap sistem pajak yang berlaku di hampir setiap yurisdiksi. Begitupun penggelapan pajak mempunyai resiko terdeteksi yang inherent pula, serta mengundang sanksi pidana badan dan denda.
Tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk meminimalkan risiko terdeteksi biasanya para pelaku penggelapan pajak akan berusaha menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul “hasil kejahatan” (proceeds of crime) dengan melakukan tindak kejahatan lanjutannya yaitu praktik pencucian uang, agar mereka dapat memaksimalkan utilitas ekspektasi pendapatan dari penggelapan pajak tersebut. Oleh sebab itulah tindak kejahatan di bidang perpajakan termasuk salah satu tindak pidana asal (predicate crime) dari tindak pidana pencucian uang (TPPU)

Peraturan Perundang-undangan Mengenai Penggelapan Pajak
Bagian dari rangkaian tindak pidana penggelapan pajak oleh wajib pajak dapat masuk sebagai kualifikasi tindak pidana korupsi di bidang perpajakan. 
Terdapat banyak bentuk dan modus penggelapan pajak, hal tersebut tertuang dalam pasal 39 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2007. Namun salah satu bentuk tindak pidana penggelapan pajak yang sering terjadi, diatur dalam pasal 39 ayat (1) huruf (d) UU No. 28 Tahun 2007, yang berbunyi: “Setiap orang yang dengan sengaja menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.”Kemudian, bagi para pelaku dikenakan hukuman yang diatur pada ayat berikutnya dalam pasal yang sama, yaitu pasal 39 ayat (2), yang berbunyi: “Pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) ditambahkan 1(satu) kali menjadi 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang atau yang tidak dibayar.” Dilihat dari hukuman yang dijatuhkan, sesuai dengan apa yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pidana bagi pelaku penggelapan pajak lebih berorientasi pada pengembalian kerugian pendapatan negara dan bukan kepada pidana fisik semata.

Bentuk penggelapan pajak dapat berupa penggelapan faktur pajak, bukti pemotongan pajak, dan atau bukti pemungutan pajak sebagai bentuk konkritnya. 
Berdasarkan penjelasan pasal 39A UU No. 28 Tahun 2007, menyatakan bahwa faktur pajak sebagai bukti pungutan pajak merupakan sarana administrasi yang sangat penting dalam pelaksanaan ketentuan Pajak Pertambahan Nilai. Demikian juga bukti pemotongan pajak dan bukti pemungutan pajak merupakan sarana untuk pengkreditan atau pengurangan pajak terutang sehingga setiap penyalahgunaan faktur pajak, bukti pemotongan pajak, dan atau bukti setoran pajak dapat mengakibatkan dampak negatif dalam keberhasilan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan. Berdasarkan hal tersebut, penggelapan pajak dapat terjadi melalui penyalahgunaan dalam hal penerbitan faktur pajak, bukti pemotongan pajak, dan atau bukti pemungutan pajak.


Salah satu yang menjadi rangkaian penggelapan pajak yang dapat pula masuk dalam kualifikasi tindak pidana korupsi adalah dengan dilakukannya suatu tindak pidana penyuapan atau gratifikasi yang dilakukan oleh Wajib Pajak terhadap Direktorat Jenderal Pajak, atau penyidik pajak, atau pejabat negara lain yang bertugas dalam bidang perpajakan. Dalam kaitannya ini adalah pada saat Wajib Pajak menginginkan agar pajak yang dia bayarkan kurang daripada yang seharusnya, yang dilaksanakan dalam bentuk “kerjasama” dengan pejabat negara untuk membuat palsu penerbitan faktur pajak, atau bukti pemotongan pajak, atau pun bukti pemungutan pajak. Bahwa penyuapan termasuk rangkaian dalam definisi penggelapan pajak yang dikemukakan oleh seorang ahli pajak bernama Brotohardjo, 2007, yang menyatakan bahwa “Penggelapan pajak didefinisikan sebagai suatu tindakan atau sejumlah tindakan yang merupakan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan seperti berikut:



1.      Tidak dapat mengisi Surat Pemberitahuan tepat waktu
2.      Tidak dapat memenuhi pembayaran pajak tepat waktunya.
3.       Tidak dapat memenuhi pelaporan dan pengurangannya secara tepat waktu dan lengkap;
4.      Melakukan penyuapan terhadap aparat perpajakan dan atau tindakan intimidasi lainnya.
Tindak pidana penyuapan yang dilakukan oleh Wajib Pajak terhadap pejabat negara, agar pejabat negara menggunakan jabatannya dalam membantu proses penggelapan pajak yang dilakukan Wajib Pajak, termasuk sebagai kategori penyuapan dalam tindak pidana korupsi. Hal ini diatur dalam pasal 5 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), yang berbunyi: 
“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a.       Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b.      Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.”

Dari bunyi pasal tersebut, terdapat perbedaan antara poin a dengan poin b. Pada poin a dijelaskan bahwa pemberian sesuatu (uang, barang, atau jasa) diberikan kepada pejabat atau penyelenggara dengan tujuan agar pejabat atau penyelenggara itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu, yang bertentangan dengan kewajibannya. Hal ini dikenal dengan sebutan tindak pidana penyuapan.

Sedangkan pada poin b, dijelaskan bahwa pemberian sesuatu (uang, barang, atau jasa) diberikan setelah pejabat tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu, yang bertentangan dengan kewajibannya atau dapat dikatakan sebagai suatu pemberian “hadiah” atas perbuatan yang dilakukan atau tidak dilakukan pejabta negara, yang bertentangan dengan kewajibannya. Hal ini dikenal dengan sebutan “gratifikasi”. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara penyuapan dan gratifikasi terletak pada waktu pemberian tersebut dilakukan. Pada penyuapan, pemberian sesuatu dilakukan sebelum pejabat/penyelenggara negara berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya. Sedangkan, pada gratifikasi, pemberian sesuatu itu dilakukan setelah pejabat/penyelenggara negara berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya. Kedua, perbedaannya terletak pada unsur niat. Pada penyuapan niat untuk merencanakan penyalahgunaan wewenang telah ada dari awal, sedangkan gratifikasi, niat tersebut belum tentu ada dari awal, atau mungkin saja hal itu tidak direncanakan sebelumnya tetapi terjadi tanpa ada penggerakan dari dia sebelumnya.

Dalam kaitannya dengan korupsi dalam bidang perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, korupsi dapat terjadi apabila Wajib Pajak ternyata terlibat dalam hal melakukan penyuapan maupun gratifikasi terhadap pejabat atau penyelenggara negara untuk membantunya melakukan penggelapan pajak. Oleh karena itu, si Wajib Pajak dapat terjerat oleh pasal 5 ayat (1) UU Tipikor karena unsur subjek dalam pasal 5 ayat(1) tersebut adalah “setiap orang”, yang berarti termasuk pula Wajib Pajak.

Jadi dapat disimpulkan bahwa korupsi pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak berbeda dengan pengertian korupsi pajak. bahwa dalam hal ini posisi korupsi yang dilakukan oleh Wajib Pajak (penyuapan atau gratifikasi) berada hampir sama dengan posisi pada saaat dilakukannya penggelapan pajak, yaitu sebelum sebagian harta kekayaan Wajib Pajak yang untuk membayar pajak masuk ke dalam kas negara.


Contoh Kasus Penggelapan Pajak 
a.     Melaporkan penjualan lebih kecil dari yang seharusnya, omzet 10 milyar hanya dilaporkan dalam laporan keuangan perusahaan sebesar 5 milyar misalnya.
b.     Menggelembungkan biaya perusahaan dengan membebankan biaya fiktif;
c.      Transaksi export fiktif,
d.     Pemalsuan dokumen keuangan perusahaan

Dugaan Penggelapan Pajak oleh Perusahaan Bakrie Group
Ada ungkapan big is beautiful. Tapi sepertinya ungkapan itu tidak seluruhnya benar. Hal ini seperti yang dialami PT Bumi Resources Tbk. Salah satu produsen tambang batu bara terbesar di Indonesia ini sedang pusing lantaran dituding menggelapkan pajak sebesar Rp2,1 triliun. LSM Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai, jumlah itu membengkak menjadi Rp11,426 triliun setelah perusahaan diduga kurang membayar royalti pada periode 2003-2008.
Seperti diketahui, dugaan penggelapan pajak PT Bumi Resources Tbk, termasuk anak usahanya PT Arutmin Indonesia, dan PT Kaltim Prima Coal (KPC) sebesar Rp2,1 triliun pada tahun 2007 itu tengah diproses oleh Polda Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Bedanya, untuk dugaan penggelapan pajak KPC tengah disidik Polda Kaltim. Lalu Polda Kalsel menyelidiki dugaan penggelapan pajak Arutmin. 

Koordinator Monitoring dan Analisa Anggaran ICW, Firdaus Ilyas mengatakan pembengkakan utang perusahaan tambang milik Aburizal Bakrie itu didapat setelah ICW menelaah data-data primer seperti laporan keuangan perusahaan, prospektus, laporan pada pemegang saham, data produksi serta penjualan batu bara perseroan. Data itu juga kami dapat dari hasil audit BPK. Lalu, setelah sejumlah dokumen tersebut diteliti, ditemukan dua kenakalan yang dilakukan perseroan.

Pertama, ditemukan kekurangan setoran Dana Hasil Penjualan Batubara (DHPB) pada 2003-2008, mencapai AS$143,189 juta. “Tetapi, angka itu belum disesuaikan dengan laporan keuangan persero 2008 yaitu AS$608,178 juta. Kedua, emiten berkode saham BUMI itu kurang membayar royalti periode 2003-2008 yang jumlahnya mencapai AS$477,299 juta. Alhasil, total kewajiban Bumi pada negara mencapai AS$1,228 miliar. Apabila menggunakan kurs Rp9.300, maka kewajiban BUMI mencapai Rp11,426 triliun. Atas dasar itu, ICW mendesak Departemen Keuangan memanggil dan memeriksa kantor akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan BUMI. Selain itu, Departemen Keuangan juga harus memanggil Direktur Jenderal Mineral Batu Bara dan Panas Bumi Departemen ESDM. Soalnya, dari Direktur Jenderal ini, bisa diketahui berbagai hal yang mempengaruhi penerimaan BUMI seperti harga batu bara.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak sendiri tidak tinggal diam. Institusi yang bernaung di bawah Departemen Keuangan ini terus melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tunggakan pajak tiga perusahaan Grup Bakrie tersebut. Dirjen Pajak Mochamad Tjiptardjo menegaskan, jika ingin penyidikan dihentikan maka Grup Bakrie harus membayar kewajiban lima kali lipat dari total tunggakan. Jadi, harus bayar denda 400 persen. Kalau ditambah pokok tunggakan, jadi 500 persen. Selain harus melunasi kewajibannya, ada prosedur lain yang harus ditempuh Grup Bakrie jika ingin penyidikan kasus ini dihentikan. “Mereka harus mengajukan permohonan ke Menkeu, kemudian dari Menkeu ke Kejagung untuk minta penghentian penyidikan”. Langkah ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 130/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Penghentian Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan Untuk Kepentingan Penerimaan Negara.

PMK yang berlaku sejak 18 Agustus 2009 itu menyatakan, proses penyidikan kasus tindak pidana bidang perpajakan dapat dihentikan melalui izin dari Menkeu, setelah wajib pajak (WP) melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayarkan atau yang seharusnya tidak dikembalikan serta setelah membayar sanksi administrasi berupa denda sebesar empat kali dari pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang seharusnya tidak dikembalikan.

Kejaksaan Agung (Kejagung) dapat menghentikan penyidikan kasus pidana bidang perpajakan maksimal selama enam bulan sejak tanggal surat permintaan yang dibuat Menkeu. Sebelumnya, Dirjen Pajak diminta Menkeu meneliti dan memberi pendapat sebagai bahan pertimbangan. Surat yang diajukan WP kepada Menkeu harus dilengkapi pernyataan berisi pengakuan bersalah dan kesanggupan pelunasan pembayaran pajak dan sanksi.

Ditjen Pajak yang mengetahui kasus ini mengatakan kemungkinan penambahan nilai kerugian negara terjadi karena dalam proses penyidikan yang dilaksanakan, penyidik menemukan komponen biaya pada  PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang tidak sesuai dengan seharusnya, sehingga menyebabkan besaran pajak yang dibayarkan menjadi kecil. Itu salah satunya dari biaya bunga pinjaman. Kami sedang menelusuri,  nilainya bisa mencapai ratusan miliar rupiah.    Komponen biaya merupakan salah satu komponen yang bisa dikurangkan dari penghasilan bruto dalam rangka penentuan penghasilan kena pajak (PKP). Namun, berdasarkan ketentuan perpajakan, tidak semua komponen biaya bisa dikurangkan dari penghasilan bruto.

Saat meminta penjelasan lebih lanjut mengenai komponen biaya apa saja yang dimaksud, dia enggan menjelaskannya. Pelaksana tugas (Plt) Direktur Intelijen dan Penyidikan Direktorat Jenderal Pajak Pontas Pane ketika dikonfirmasi enggan berkomentar banyak soal perkembangan penyidikan ketiga kasus tersebut.  Namun, menurut dia, Ditjen Pajak terus melaksanakan proses penyidikan meski terjadi resistensi dari pihak saksi maupun tersangka.
          
Direktorat Jenderal Pajak saat ini mengusut kasus dugaan pidana pajak oleh tiga perusahaan Grup Bakrie, yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC), Bumi, dan PT Arutmin Indonesia. Ketiganya diduga menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) tahunan tahun pajak 2007 secara tidak benar. Untuk KPC dan Bumi, Ditjen Pajak telah melakukan penyidikan sementara untuk Arutmin masih dalam proses pemeriksaan bukti permulaan. Terkait pelaksanaan penyidikan tersebut,   mengungkapkan tim penyidik Ditjen Pajak mengalami kesulitan memanggil saksi. Tidak tahu kenapa, tapi memang informasi yang kami dapat menyebutkan di dalam mereka (Grup Bakrie) sudah ada tekanan.” Menurut dia, pemanggilan terhadap tersangka juga mengalami hambatan karena yang bersangkutan tidak pernah memenuhi panggilan pemeriksaan yang dilayangkan penyidik pajak dengan alasan sedang sakit.  “Kami sudah panggil sekali, nanti tak lama lagi akan kami panggil kedua kali. Kalau juga tak dipenuhi akan kami panggil paksa dibantu Kepolisian,” tegasnya.

Dengan adanya masalah ini, kita bisa melihat bahwa sebagai perusahaan yang telah Go Publik masih adanya indikasi bahwa perusahaan-perusahaan tersebut masih belum menerapkan prinsip-prinsip good corporat governance, walaupun masih sebatas dugaan tetapi asumsi-asumsi negative telah mengarah kesana. Untuk bisa memastikannya lebih jauh maka harus dilakukan penyidikan lebih lanjut, tetapi untuk dampak sementara akibat adanya dugaan ini, investor sudah mulai ragu untuk menanamkan modalnya pada perusahaan-perusahaan tersebut.
Didalam konsep good governance setiap informasi yang hendakkan disampaikan harus terbuka dan akurat, jauh dari manipulasi dan hal-hal yang menyesatkan, sebab dengan diterapkannya Prinsip corporate governance diharapkan dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan, yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan pemakai laporan keuangan, termasuk investor.

Penyelesaian :
Dalam kasus dugaan penggelapan pajak oleh perusahaan Bakrie Group, perusahaan mengemukakan bahwa dalam menghadapi masa sulit diperlukan efisiensi. Berkaitan dengan hal tersebut, efisiensi yang paling cepat untuk dapat dilakukan adalah dengan mengurangi pengeluaran, seperti memanipulasi laporan pajak, mengurangi tenaga kerja, dan lain-lain. Alasan efisiensi tersebut tak lain adalah konsekuensi dari globalisasi yang memadatkan jarak dan waktu memang menuntut kompetisi ekonomi global menjadi kian sengit dengan tenggat waktu yang amat cepat. Dengan demikian, sebuah transaksi bisnis tak lagi memakan waktu yang lama seperti dahulu kala. Kini, untuk melakukan transaksi bisnis antar benua bahkan cukup memakan waktu dalam hitungan detik saja. Hal tersebut tentu menuntut perusahaan pada situasi yang amat kompetitif yang menimbulkan konsekuensi ketat bahwa kegagalan berefisiensi akan membuat perusahaan ketinggalan dan kehilangan kesempatan.

Efisiensi menjadi kata kunci bagi perusahaan untuk mengejar keuntungan yang berpacu dalam persaingan global tersebut. Namun menurut Robert Cooter, sesungguhnya efisiensi bukan sekadar dipacu oleh persaingan global terlebih memang sejak awalnya sudah menjadi sifat pengusaha untuk melakukan efisiensi dan maksimalisasi hasil usaha
Secara umum, kita dapat mengatakan bahwa ekonomi menghasilkan sebuah teori tingkah laku/perilaku untuk memprediksi bagaimana respon manusia terhadap perubahan-perubahan  dalam hukum. Teori ini melampaui intuisi, hanya sebagai ilmu sains yang melampaui akal biasa (common sense). Ilmu Ekonomi memprediksi efek kebijakan terhadap efisiensi. Efisiensi selalu berhubungan dengan pembuatan kebijakan, karena akan selalu lebih baik mencapai semua kebijakan-kebijakan yang ada dengan biaya yang rendah daripada dengan biaya yang tinggi. Pejabat umum tidak pernah menyokong uang yang siasia/pemborosan.

Selain efisiensi, Ilmu ekonomi yang juga memprediksi efek dari kebijakan-kebijakan dalam nilai penting lainnya adalah distribusi. Diantara penerapan ilmu ekonomi itu terhadap kebijakan publik adalah penggunaannya untuk memprediksi siapa sebenarnya yang dibebankan berbagai macam pajak. Lebih daripada penelitian ilmu-ilmu sosial, ahli ekonomi memahami bagaimana hukum memberi dampak terhadap distribusi pendapatan dan kesejahteraan disegala lapisan sosial. Sementara ahli ekonomi seringkali merekomendasikan perubahan untuk peningkatan efisiensi, mereka mencoba menghindari sengketa tentang distribusi, biasanya memberikan rekomendasi tentang distribusi kepada pengambil kebijakan (policy makers) atau pemilih (voters).


Modus Penyelewengan Pajak Versi Gayus
Terdakwa Gayus Halomoan Tambunan mempertanyakan langkah penyidik Polri yang tidak menindaklanjuti keterangannya terkait modus penyelewengan di Direktorat Jenderal Pajak. Gayus mengaku sudah menjelaskan berbagai modus yang biasa terjadi di Ditjen Pajak.
“Padahal, jika hal itu diekspos dengan penyelidikan atau penyidikan, akan terlihat perkara saya tidak ada apanya,” kata Gayus saat membacakan pembelaan atau pleidoi pribadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (3/1/2011).
Dalam pleidoi, Gayus mengungkap enam modus penyelewengan yang berpotensi merugikan negara. Pertama, kata dia, adanya negosiasi di tingkat pemeriksaan pajak oleh tim pemeriksa pajak sehingga surat ketetapan pajak (SKP) tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya, baik SKP kurang bayar maupun SKP lebih bayar.
Kedua, negosiasi di tingkat penyidikan pajak. Saat mengungkap penyidikan faktur pajak fiktif, kata Gayus, pengguna faktur pajak fiktif ditakut-takuti, yakni bahwa statusnya akan diubah dari saksi menjadi tersangka. “Yang ujung-ujungnya adalah uang sehingga status pengguna faktur pajak fiktif itu tetap menjadi saksi,” kata dia.
Ketiga, papar Gayus, penyelewenangan fiskal luar negeri dengan berbagai macam modus di bandara-bandara yang melayani penerbangan internasional sebelum berlakunya UU KUP pada 1 Januari 2008. Dalam UU itu, seseorang yang bepergian ke luar negeri diwajibkan membayar fiskal sebesar Rp 2.500.000.
Keempat, lanjut Gayus, penghilangan berkas surat permohonan keberatan wajib pajak yang mengakibatkan permohonan tidak selesai diurus hingga jatuh tempo selama 12 bulan sesuai Pasal 26 Ayat (1) UU No 16/2000. “Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 12 bulan, setelah keberatan pajak diterima, harus memberi keputusan, berapa rupiah pun nilai keberatan yang diminta,” kata dia.
“Kelima, penggunaan perusahaan di luar negeri, khususnya Belanda, di mana terdapat celah hukum pembayaraan bunga kepada perusahaan Belanda, di mana bunga tersebut lebih dari dua tahun, maka dikenai PPh Pasal 26 nol persen. Di sini terdapat potensi penggelapan pajak PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 26 atas biaya bunga. Potensi kerugian dapat mencapai ratusan miliar rupiah, bahkan triliunan rupiah,” ungkap Gayus.
Keenam, lanjut dia, “Kerugian investasi yang dibukukan dalam SPT tahunan. Hal ini dikarenakan adanya kerugian akibat pembelian dan penjualan saham antarperusahaan yang diduga masih satu grup. Diduga tidak ada transaksi tersebut secara riil dan nilai jual beli saham itu tidak mencerminkan nilai saham yang sesungguhnya. Dengan terjadinya kerugian investasi jual beli itu, wajib pajak tidak membayar PPh Pasal 25,” paparnya.
Dampak Yang Terjadi
Dampak positif :
1.      Pemerintah dan masyarakat dapat mengetahui ketidakberesan dalam pemungutan pajak yang selama ini terjadi.
2.      Membersihkan oknum-oknum Ditjen Pajak yang tidak berkompeten dan bertanggungjawab terhadap kewajibannya.
3.      Memberikan kesadaran kepada wajib pajak untuk taat dalam membayar pajak.
Dampak Negatif :
1.      Dengan adanya penyelewengan dan hutang pajak tentunya dapat mengurangi penerimaan negara dari sektor perpajakan, sehingga menghambat pembangunan infrastuktur.
2.      Penyelesaian masalah dari segi hukum terlalu berbelit-belit, sehingga masalah tersebut tidak dapat diatasi secara cepat.
3.      Memperburuk citra dan kinerja pemerintah khususnya pada Ditjen Pajak.
4.      Menghambat penyusunan RAPBN. 
Penyelesaian :
1.      Memeriksa pihak-pihak terkait yaitu pihak Ditjen pajak dan wajib pajak
2.      Memperketat sistem pengendalian dan controlling di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dalam masalah perpajakan.


Daftar Pustaka
 

Tugas 5, Softskill Aspek Hukum dalam Ekonomi. Cyber Crime



MAIMUNAH 

26214334 

2EB32
CYBER CRIME


Pengertian Cyber Crime
Kejahatan dunia maya (Inggris: cyber crime) adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan. Termasuk ke dalam kejahatan dunia maya antara lain adalah penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu kredit/carding, confidence fraud, penipuan identitas, pornografi anak, dll.
Walaupun kejahatan dunia maya atau cybercrime umumnya mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer sebagai unsur utamanya, istilah ini juga digunakan untuk kegiatan kejahatan tradisional di mana komputer atau jaringan komputer digunakan untuk mempermudah atau memungkinkan kejahatan itu terjadi.

Konsep Dasar Cyber Crime 
Pada awalnya, cyber crime didefinisikan sebagai kejahatan komputer. Menurut mandell dalam Suhariyanto (2012:10) disebutkan ada dua kegiatan Computer Crime:
1.      Penggunaan komputer untuk melaksanakan perbuatan penipuan, pencurian atau penyembunyian yang dimaksud untuk memperoleh keuntungan keuangan, keuntungan bisnis, kekayaan atau pelayanan.
2.      Ancaman terhadap komputer itu sendiri, seperti pencurian perangkat keras atau lunak, sabotase dan pemerasan.

Pada dasarnya cybercrime meliputi tindak pidana yang berkenaan dengan sistem informasi baik system informasi itu sendiri juga sistem komunikasi yang merupakan sarana untuk penyampaian/pertukaran informasi kepada pihak lainnya.

Hacker 
Hacker adalah orang yang mempelajari, menganalisa, memodifikasi, menerobos masuk ke dalam komputer dan jaringan komputer, baik untuk keuntungan atau dimotivasi oleh tantangan.


Hacker memiliki konotasi negatif karena kesalahpahaman masyarakat akan perbedaan istilah hacker dan cracker. Banyak orang memahami bahwa hacker-lah yang mengakibatkan kerugian pihak tertentu seperti mengubah tampilan suatu situs web (defacing), menyisipkan kode-kode virus, dll. Padahal mereka adalah cracker yang menggunakan celah-celah keamanan yang belum diperbaiki oleh pembuat perangkat lunak (bug) untuk menyusup dan merusak suatu sistem. Atas alasan ini biasanya para hacker dipahami menjadi dua golongan : 

1.      White Hat Hacker adalah  istilah teknologi informasi yang mengacu kepada hacker yang secara etis menunjukkan kelemahan dalam sebuah sistem komputer. White hat secara umum lebih memfokuskan aksinya kepada bagaimana melindungi sebuah sistem, dimana bertentangan dengan black hat yang lebih memfokuskan aksinya kepada bagaimana menerobos sistem tersebut.
Topi putih atau White Hat Hacker adalah pahlawan atau orang baik, terutama dalam bidang komputer, dimana ia menyebut etika hacker atau penetrasi penguji yang berfokus pada mengamankan dan melindungi IT sistem. Peretas topi putih atau peretas suci, juga dikenal sebagai "good hacker," adalah ahli keamanan komputer, yang berspesialisasi dalam penetrasi pengujian, dan pengujian metodologi lain, untuk memastikan bahwa perusahaan sistem informasi yang aman. Pakar keamanan ini dapat memanfaatkan berbagai metode untuk melaksanakan uji coba mereka, termasuk rekayasa sosial taktik, penggunaan alat-alat hacking, dan upaya untuk menghindari keamanan untuk mendapatkan masuk ke daerah aman.
2.      Black Hat Hacker adalah dalam penggunaan umum, hacker adalah seseorang yang menerobos masuk ke dalam komputer, biasanya dengan memperoleh akses ke kontrol administratif. Beberapa berpendapat bahwa hacker,digambarkan sebagai orang yang menerobos masuk ke dalam komputer dengan cara menerobos sistem keamanannya.di dunia ada komunitas hacker. Komunitas hacker ini adalah komunitas orang yang memiliki minat besar dalam pemrograman komputer, sering menciptakan perangkat lunak open source. Orang-orang ini sekarang mengacu pada cyber-criminal hacker sebagai "cracker". 

Seorang hacker didukung dengan perangkat-perangkat (tools) dan selain itu para hacker juga memiliki sertifikat resminya lho....

Jenis-jenis Penipu Dunia Maya  

1.      Iklan Jual beli
Anda pasang iklan rumah misalnya, lalu ada orang yang mau kasih uang muka  tanpa melihat rumah dulu. Anda di suruh ke ATM lalu  transfer ke mereka. Biasanya dilakukan oleh orang Indonesia.
2.      Online Shop
Berbagai jenis penipuan online shop, menjual barang apa saja yang sedang trend. Mereka buat page menarik dan menampilkan barang barang idaman yang sangat menawan.. Harganya murah meriah. Anda tentu saja tergiur ingin membeli. Lalu tranfer uang dan anda  dikasih lihat foto bahwa barang siap dikirim, tapi tak pernah sampai. Saat anda bertanya, si penipu alasan harus declare barang dan ada biaya. Percayalah puluhan juta habis uang anda, barang itu tak pernah ada. Jika anda mulai curiga, mereka akan putuskan semua kontak.
3.      Hadiah 
Anda dinyatakan dapat hadiah dari Sido Muncul, Telkomsel dll  pakai website gratisan yang mirip website asli. Ujung ujungnya anda di suruh kirim uang administrasi.
4.      Business  
Diajak business dan kita disuruh invest, boro boro untung yang ada buntung. Jika pelaku orang  Nigeria, biasanya  mereka pura pura mau ajak business tapi aslinya diajak bikin dollar palsu. Percayalah uang anda melayang ditukar dengan kertas.
5.      Uang Dalam Paket 
Dicari calon korban yang lugu, percaya saja mau di titipin uang dari Afganistan. Padahal nantinya anda di suruh bayar asuransi, denda, tax  tak ada habisnya. Kalau pakai logika  mana ada duit dimasukin di box terus di kirim  pakai pesawat. Percayalah ratusan juta melayang, paket uang itu tak pernah ada. Pelaku biasanya orang orang Nigeria yang bekerja sama dengan orang lokal.
6.      Computer Kena Virus
Anda di telpon orang yang mengaku dari Microsoft dan mengatakan komputer anda kena virus. Lalu dipandu suruh ini itu akhirnya suruh bayar fee. Percaya deh komputer anda tidak apa apa. Pelaku menelpon dari India lewat Skype dan random call kemana mana.
7.      Scammer cinta  
Orang Indonesia banyak tertipu dengan cinta maya.  Kalau penipunya cewek, dia pakai foto cewek sexy  Kalau pelaku cowok pakai foto ganteng. Foto-foto mereka curi dari internet.  Scammer Nigeria biasanya pakai foto US Army, scammer Indonesia pakai foto polisi/tentara/pramugara/model dll. Kata kata mereka romantis abis, janji hadiah mewah, menikah, mutasi dll. Percayalah tujuan mereka cuma satu yaitu menipu uang anda.


Undang-undang Yang Mengatur Tentang Cybercrime 
1.      Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronik (ITE)
Undang-undang ini, yang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 21 April 2008, walaupun sampai dengan hari ini belum ada sebuah PP yang mengatur mengenai teknis pelaksanaannya, namun diharapkan dapat menjadi sebuah undang-undang cyber atau cyberlaw guna menjerat pelaku-pelaku cybercrime yang tidak bertanggungjawab dan menjadi sebuah payung hukum bagi masyarakat pengguna teknologi informasi guna mencapai sebuah kepastian hukum.
a.       Pasal 27 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Ancaman pidana pasal 45(1) KUHP. Pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Diatur pula dalam KUHP pasal 282 mengenai kejahatan terhadap kesusilaan.
b.      Pasal 28 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
c.       Pasal 29 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasaan atau menakut-nakuti yang dutujukan secara pribadi (Cyber Stalking). Ancaman pidana pasal 45 (3) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
d.      Pasal 30 UU ITE tahun 2008 ayat 3 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses computer dan/atau system elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol system pengaman (cracking, hacking, illegal access). Ancaman pidana pasal 46 ayat 3 setiap orang yang memebuhi unsure sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
e.       Pasal 33 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya system elektronik dan/atau mengakibatkan system elektronik menjadi tidak bekerja sebagaiman mestinya.
f.       Pasal 34 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan atau memiliki.
g.      Pasal 35 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik tersebut seolah-olah data yang otentik (Phising = penipuan situs).

2.      Kitab Undang Undang Hukum Pidana
Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding.
Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan.
Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang dilakukan melalui e-mail yang dikirimkan oleh pelaku untuk memaksa korban melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkannya.
Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan media Internet.
Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara online di Internet dengan penyelenggara dari Indonesia.
Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi.
Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi seseorang.
Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain.

3.      Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Menurut Pasal 1 angka (8) Undang – Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, program komputer adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang intruksi-intruksi tersebut.

4.      Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Menurut Pasal 1 angka (1) Undang – Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.

5.      Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan. Misalnya Compact Disk – Read Only Memory (CD – ROM), dan Write – Once -Read – Many (WORM), yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti yang sah.

6.      Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Jenis tindak pidana yang termasuk dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf q). Penyidik dapat meminta kepada bank yang menerima transfer untuk memberikan identitas dan data perbankan yang dimiliki oleh tersangka tanpa harus mengikuti peraturan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan.

7.      Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Digital evidence atau alat bukti elektronik sangatlah berperan dalam penyelidikan kasus terorisme. karena saat ini komunikasi antara para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor intelektualnya dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas di Internet untuk menerima perintah atau menyampaikan kondisi di lapangan karena para pelaku mengetahui pelacakan terhadap Internet lebih sulit dibandingkan pelacakan melalui handphone. Fasilitas yang sering digunakan adalah e-mail dan chat room selain mencari informasi dengan menggunakan search engine serta melakukan propaganda melalui bulletin board atau mailing list.

Contoh Kasus Cyber Crime dan Penyelesaiannya
1.      Bobol Kartu Kredit
Data di Mabes Polri, dari sekitar 200 kasus cyber crime yang ditangani hampir 90 persen didominasi carding dengan sasaran luar negeri. Aktivitas internet memang lintas negara. Yang paling sering jadi sasaran adalah Amerika Serikat, Australia, Kanada dan lainnya. Pelakunya berasal dari kota-kota besar seperti Yogyakarta, Bandung, Jakarta, Semarang, Medan serta Riau. Motif utama adalah ekonomi. Peringkat kedua hacking dengan merusak dan menjebol website pihak lain dengan tujuan beragam, mulai dari membobol data lalu menjualnya atau iseng merusak situs tertentu.
Satu lagi kasus yang berkaitan dengan cybercrime di Indonesia, kasus tersebut diputus di Pengadilan Negeri Sleman dengan Terdakwa Petrus Pangkur alias Bonny Diobok Obok. Dalam kasus tersebut, terdakwa didakwa melakukan Cybercrime. Dalam amar putusannya Majelis Hakim berkeyakinan bahwa Petrus Pangkur alias Bonny Diobok Obok telah membobol kartu kredit milik warga Amerika Serikat, hasil kejahatannya digunakan untuk membeli barang-barang seperti helm dan sarung tangan merk AGV. Total harga barang yang dibelinya mencapai Rp. 4.000.000,- (Pikiran Rakyat, 31 Agustus 2002).

Penyelesaian  :
Mengganti no PIN ATM atau kartu kredit secara berkala dan menjaga kerahasiaannya. mengecek tempat atau sarana kita dalam memanfaatkan ATM atau kartu kredit terlebih dahulu agar terhindar dari kejahatan dari cyber ini.

2.      Pengecekan Situs-situs Web
Saat ini penanganan kejahatan di dunia maya (cyber crime) masih minim, padahal Indonesia termasuk negara dengan kasus cyber crime tertinggi di bawah Ukrania. Penanganan kasus kejahatan jenis ini memang membutuhkan kemampuan khusus dari para penegak hukum.

Dari kasus-kasus yang terungkap selama ini, pelaku diketahui memiliki tingkat kepandaian di atas rata-rata. Selain karena motif ekonomi, sebagian hacker melakukan tindakan merusak website orang lain hanya sekadar untuk pamer kemampuan. Kasus terakhir, Rizky Martin, 27, alias Steve Rass, 28, dan Texanto alias Doni Michael melakukan transaksi pembelian barang atas nama Tim Tamsin Invex Corp, perusahaan yang berlokasi di AS melalui internet. Keduanya menjebol kartu kredit melalui internet banking sebesar Rp350 juta. Dua pelaku ditangkap aparat Cyber Crime Polda Metro Jaya pada 10 Juni 2008 di sebuah warnet di kawasan Lenteng Agung, Jaksel. Awal Mei 2008 lalu, Mabes Polri menangkap “hacker” bernama Iqra Syafaat, 24, di satu warnet di Batam, Riau, setelah melacak IP addressnya dengan nick name Nogra alias Iqra. Pemuda tamatan SMA tersebut dinilai polisi berotak encer dan cukup dikenal di kalangan hacker. Dia pernah menjebol data sebuah website lalu menjualnya ke perusahaan asing senilai Rp600 ribu dolar atau sekitar Rp6 miliar. Dalam pengakuannya, hacker lokal ini sudah pernah menjebol 1.257 situs jaringan yang umumnya milik luar negeri. Bahkan situs Presiden SBY pernah akan diganggu, tapi dia mengurungkan niatnya.

Kasus lain yang pernah diungkap polisi pada tahun 2004 ialah saat situs milik KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang juga diganggu hacker. Tampilan lambang 24 partai diganti dengan nama ‘partai jambu’, ‘partai cucak rowo’ dan lainnya. Pelakunya, diketahui kemudian, bernama Dani Firmansyah,24, mahasiswa asal Bandung yang kemudian ditangkap Polda Metro Jaya. Motivasi pelaku, konon, hanya ingin menjajal sistem pengamanan di situs milik KPU yang dibeli pemerintah seharga Rp 200 miliar itu. Dan ternyata berhasil.

Penyelesaian :
Seperti yang kita ketahui pera pelaku cyber merupakan orang-orang yang mempunyai kemampuan diatas rata-rata, namun cukup di sayangkan jalan dan pemikiran mereka berada dijalur yang salah, untuk itu sebaiknya pemerintah mengambil tindakan tidak hanya menghukum mereka tetapi juga diberikan pengarahan dan bimbingan sehingga keahlian mereka tidak lagi merugikan tetapi dapat menguntungkan dan bermanfaat.

3.      Penjudian Online
Perjudian online, pelaku menggunakan sarana internet untuk melakukan perjudian. Seperti yang terjadi di Semarang, Desember 2006 silam. Para pelaku melakukan praktiknya dengan menggunakan system member yang semua anggotanya mendaftar ke admin situs itu, atau menghubungi HP ke 0811XXXXXX dan 024-356XXXX. Mereka melakukan transaki online lewat internet dan HP untuk mempertaruhkan pertarungan bola Liga Inggris, Liga Italia dan Liga Jerman yang ditayangkan di televisi. Untuk setiap petaruh yang berhasil menebak skor dan memasang uang Rp 100 ribu bisa mendapatkan uang Rp 100 ribu, atau bisa lebih. Modus para pelaku bermain judi online adalah untuk mendapatkan uang dengan instan. Dan sanksi menjerat para pelaku yakni dikenakan pasal 303 tentang perjudian dan UU 7/1974 pasal 8 yang ancamannya lebih dari 5 tahun.

Penyelesaian:
Dari kasus tersebut bisa di analisa bahwa masalah ini, dari diri pribadi harus lebih dipertebal keimanan diri seseorang, sehingga nantinya dapat menjauhi hal-hal yang bersifat haram seperti Judi ini. Untuk dari segi IT, Website-website yang mengandung unsur-unsur perjudian, pornografi, harus segera di blok oleh pemerintah.

4.      Penyebaran Virus
Penyebaran virus dengan sengaja, ini adalah salah satu jenis kasus cyber crime yang terjadi pada bulan Juli 2009, Twitter (salah satu jejaring social yang sedang naik pamor di masyakarat belakangan ini) kembali menjadi media infeksi modifikasi New Koobface, worm yang mampu membajak akun Twitter dan menular melalui postingannya, dan menjangkiti semua follower. Semua kasus ini hanya sebagian dari sekian banyak kasus penyebaran malware di seantero jejaring social. Twitter tak kalah jadi target, pada Agustus 2009 diserang oleh penjahat cyber yang mengiklankan video erotis. Ketika pengguna mengkliknya, maka otomatis mendownload Trojan-Downloader.Win32.Banload.sco.

Modus serangannya adalah selain menginfeksi virus, akun yang bersangkutan bahkan si pemiliknya terkena imbas. Karena si pelaku mampu mencuri nama dan password pengguna, lalu menyebarkan pesan palsu yang mampu merugikan orang lain, seperti permintaan transfer uang. Untuk penyelesaian kasus ini, Tim keamanan dari Twitter sudah membuang infeksi tersebut. Tapi perihal hukuman yang diberikan kepada penyebar virusnya belum ada kepastian hukum.

Penyelesaian :
Dari kasus tersebut bisa di analisa bahwa pelaku-pelaku cybercrime memiliki kemampuan yang besar namun masi lemahnya kode etik dalam perkembangan IT di lingkungan tersebut, dengan kata lain perlunya bimbingan dan penyebaran etika secara global agar orang-orang IT punya kesadaran dan tanggung jawab dalam wawasan atau ilmu yang dimiliki, dan tindak kejahatan dunia maya ini tidak bisa diangap kecil, kaarna sangat meresahkan masyarakat khususnya bagi masyarakat yang gemar menjelajahi dunia maya.

5.      Pembobolan Bank
INILAH.COM, Jakarta – Pencurian uang nasabah terus marak terjadi di Jakarta, dan kota-kota besar lainnya. Kali ini polisi mengungkap pencurian uang nasabah bank melalui layanan internet banking, yang disediakan pihak bank.

“Tersangka mengambil uang dengan membobol user ID atau data nasabah. Milik korban berinisial AS dan WRS,” kata Kasat Cyber Crime Polda Metro Jaya, AKBP Winston Tommy Watuliu, dalam keterangan persnya di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (2/2). Selanjutnya, kata Winston, pelaku melakukan pengacakan password nasabah dengan menggunakan data-data pribadi para korban. Setelah berhasil menemukan password, maka uang nasabah yang tercantum di-usser ID itu dipindahkan ke beberapa rekening penampung, dan selanjutnya uang yang berhasil dicuri digunakan untuk kepentingan pribadi.

“Pelaku melakukan konfigurasi pin ke pasword, dengan megunakan data-data lahir nasabah, yang dilakukan untuk menggunakan pembobolan,” jelas Winston.
Dia menjelaskan, umumnya nasabah bank menggunakan tanggal lahir sebagai nomor pin atau password ID di layanan internet banking bank tersebut. Sehingga pelaku dapat dengan mudah menggasak uang nasabah, ketika pin yang dimasukan cocok dengan milik nasabah.
“Diupayakan data rahasia nasabah bank jangan menggunakan data yang diketahui orang lain, seperti tanggal lahir,” imbuhnya.

Ditanya nama bank swasta yang dirugikan dalam kasus ini, Winston enggan membeberkan nama bank tersebut. Dia hanya mengatakan hanya 1 bank saja yang dirugikan dalam kasus ini. Lebih lanjut dia mengatakan, kasus ini terjadi pada 25 Januari 2009 sampai Agustus 2009, di kawasan Jakarta Selatan. Dalam kasus polisi telah menetapkan seorang tersangka dan melakukan penahanan, terhadap pria berinisial EYN, usia sekitar 30 tahun. Sedangkan seorang tersangka lainnya berinisial HH masih dalam pencarian. “EYN profesinya jobless (pengangguran), sebelumnya dia bekerja sebagai karyawan swasta,” paparnya. Dia mengatakan, EYN berlatar pendidikan S1 perguruan tinggi di Jakarta, dan tidak memiliki riwayat bekerja pada perusahaan perbankan.

Tersangka terancam pasal 363 KUHP, UU No 25 Tahun 2003 tentang pencucian uang, dan UU No 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik. Dengan ancaman hukuman lebih dari 4 tahun penjara.

Ada pun barang bukti yang disita polisi antara lain, 1 buah lapotop, 1 buah modem internet, 1 buah flash disk, dan 1 buah telepon genggam. Dalam kejahatan ini, sedikitnya 2 orang menjadi korban pembobolan rekening via internet banking tersebut, yakni AS dengan kerugian RP 60 juta dan WRS dengan kerugian sebesar Rp 610 ribu. Keduanya merupakan karyawan swasta.

Di Indonesia pernah terjadi kasus cybercrime yang berkaitan dengan kejahatan bisnis, tahun 2000 beberapa situs atau web Indonesia diacak-acak oleh cracker yang menamakan dirinya Fabianclone dan naisenodni. Situs tersebut adalah antara lain milik BCA, Bursa Efek Jakarta dan Indosatnet (Agus Raharjo, 2002.37).

Selanjutnya pada bulan September dan Oktober 2000, seorang craker dengan julukan fabianclone berhasil menjebol web milik Bank Bali. Bank ini memberikan layanan internet banking pada nasabahnya. Kerugian yang ditimbulkan sangat besar dan mengakibatkan terputusnya layanan nasabah (Agus Raharjo 2002:38).

Kejahatan lainnya yang dikategorikan sebagai cybercrime dalam kejahatan bisnis adalah Cyber Fraud, yaitu kejahatan yang dilakukan dengan melakukan penipuan lewat internet, salah satu diantaranya adalah dengan melakukan kejahatan terlebih dahulu yaitu mencuri nomor kartu kredit orang lain dengan meng-hack atau membobol situs pada internet.

Penyelesaian  :
      Kesigapan dan kewaspadaan kita sebagai nasabah bank untuk mengantisipasi hal tersebut haruslah secermat mungkin. Contohnya, jangan menggunakan password atau nomor PIN dengan tanggal lahir ataupun kombinasi angka yang dapat dengan mudah diketahui orang. Kita sebagai nasabah memang diberikan kemudahan dengan fitur serta fasilitas canggih dari pihak bank. Namun, di era globalisasi saat ini, teknologi yang semakin maju merupakan buah simalakama apabila kita tidak dapat mengantisipasinya. Tetapi, kita tidak boleh takut untuk menghadapi perubahan zaman. Seyogyanya teknologi itu diciptakan adalah untuk mempermudah manusia di dalam kehidupan sehari-hari. Jadi jangan takut untuk menggunakan teknologi asal tepat guna serta selalu waspada untuk mengantisipasi kejahatan dunia cyber yang akan semakin marak.



Daftar Pustaka