Definisi E-Commerce
Electronic Commerce (E-Commerce) atau perdagangan secara elektronik adalah perdagangan yang dilakukan
dengan memanfaatkan jaringan telekomunikasi,
bukan hanya aktivitas jual-beli lewat online, tetapi juga tentang pemasaran barang dan
jasa, transfer dana dan pertukaran data dengan menggunakan sistem elektronik
seperti internet. Internet
memungkinkan orang atau organisasi yang berada pada jarak yang jauh
dapat saling berkomunikasi dengan biaya yang murah. Hal ini kemudian
dimanfaatkan untuk melakukan transaksi perdagangan.
Bentuk perdagangan elektronik yang paling mudah
ditemui adalah toko online.
Perdagangan secara elektronik memberikan keuntungan baik kepada perusahaan maupun kepada konsumen.
Perdagangan secara elektronik memberikan keuntungan baik kepada perusahaan maupun kepada konsumen.
Keuntungan
E-Commerce Bagi Perusahaan :
1.
Perdagangan
secara elektronik memungkinkan perusahaan untuk menjual produknya kepada lebih banyak orang. Dengan kata lain perusahaan dapat
menjangkau pasar yang lebih luas. Misalnya, perusahaan atau toko di Amerika
dapat menjual produknya kepada orang di Jepang.
2.
Perusahaan
tidak perlu membuka banyak cabang distribusi.
3.
Mengurangi
biaya yang dikeluarkan perusahaan karena perusahaan tidak perlu
menyediakan toko yang besar dan pegawai yang banyak.
4.
Biaya
yang dikeluarkan perusahaan dapat dikurangi sehingga barang dapat dijual dengan
harga lebih rendah. Akibatnya, lebih banyak konsumen yang dapat menjangkau
harga barang sehingga barang menjadi lebih banyak
terjual.
5.
Barang
yang dijual lebih murah dapat meningkatkan daya saing perusahaan.
Keuntungan
E-Commerce Bagi Konsumen :
1.
Konsumen tidak perlu mendatangi toko untuk mendapatkan barang.
Cukup mengakses internet dan memesan barang, maka barang pesanan akan diantar
ke rumah.
2.
Pembeli dapat menghemat waktu dan biaya transportasi berbelanja.
3.
Mempunyai lebih banyak pilihan karena dapat membandingkan semua
produk yang ada di internet.
4.
Dapat membeli barang yang terdapat di negara lain, yang di dalam
negeri mungkin saja belum tersedia.
5.
Harga barang yang dibeli menjadi lebih murah.
Jenis-Jenis Transaksi E-Commerce
1. Model
B2C (Business to Consumer)
Jenis
bisnis ini sebenarnya adalah online shop atau toko online yang memiliki alamat
website sendiri, lalu menjual produknya sendiri secara langsung kepada
konsumen. Model bisnis ini memiliki fokus utama yakni untuk mendapat profit
dari penjualan produknya. Misalnya, Lazada, Bhineka,BerryBenka, Bilna dan Tiket.
2. Berbasis
Media Sosial
Berbeda
dengan jenis bisnis B2C yang memiliki alamat website sendiri, model bisnis ini
memanfaatkan media sosial seperti facebook, twitter dan instagram untuk
memasarkan produk. Misalnya, toko online yang tersebar di facebook, twitter dan instagram.
3. Model
C2C (Customer to Customer)
Model
bisnis C2C ini disebut dengan marketplace, marketplace sebagai fasilitator
untuk penjual dan pembeli melakukan transaksi (rekening bersama). Selain itu
biasanya marketplace juga menyediakan layanan khusus untuk penjual
mempromosikan barang atau produknya. Misalnya, Bukalapak dan Tokopedia.
4. Iklan
Baris
Bentuk
bisnis ini hampir sama dengan marketplace, bedanya adalah iklan baris tidak
menyediakan fasilitas rekber. Iklan baris hanya menjadi tempat untuk penjual
mengiklankan produknya, kemudian penjual dan pembeli lebih sering melakukan
transaksi COD (Cash on Delivery). Misalnya, OLX dan Kaskus
5. E-commerce Shopping Mall
Model
shopping mall ini hampir sama dengan marketplace dan iklan baris, bedanya ialah
shopping mall hanya menjadi memfasilitasi penjual yang memiliki brand ternama,
karena tahap verifikasi yang harus dilewati oleh penjual memang super duper
ketat. Misalnya Blibli.
6. Model
O2O (Online to Offline)
Jenis
bisnis memungkinkan pelanggan untuk memesan barang secara online melalui
website yang dimiliki oleh perusahaan yang menjalan sistem ini lalu melakukan
pembayaran serta pengembilan barang secara offline.
Gimana
ya cara kerjanya? Pelanggan tinggal memilih produk secara online, lalu melakukan
pembayaran dengan beberapa opsi yakni transfer uang atau membayar langsung di
outlet terdekat, jika sudah melalui tahap konfirmasi, barang yang dipesan siap
diambil di outlet terdekat. Misalnya, Matahari Mall.
7. Collaborative Commerce
(C-Commerce)
Kerjasama secara elektronik
antara rekan bisnis. Kerja sama ini biasanya terjadi antara rekan bisnis yang
berada pada jalur penyediaan barang (supply Chain).
8. Consumer-to-Business (C2B)
Pada jenis ini, konsumen
memberitahukan barang atau layanan yang dibutuhkannya, dan selanjutnya
organisasi-organisasi bersaing untuk menyediakan barang atau layanan tersebut
kepada konsumen.
9. Intrabusiness(Intraorganizational)Commerce
Pada jenis ini, organisasi menggunakan E-Commerce untuk meningkatkan kegiatan
operasi organisasinya. Hal ini dikenal juga dengan sebutan Businessto- Employee
(B2E).
10. Government-to-Citizens (G2C) and
to others
Pemerintah menyediakan layanan kepada
masyarakat melalui teknologi ECommerce. Pemerintah juga dapat melakukan bisnis
dengan pemerintah lain (Government-to-Government / G2G) demikian juga dengan
organisasi lain (Government-to-Business / G2B).
Aturan Pajak Untuk
E-Commerce Asing Di Indonesia Masih Belum Jelas
Perkembangan bisnis e-commerce di Indonesia saat ini begitu pesat dan semakin diminati baik oleh para pengusaha lokal atau asing. Hal ini menimbulkan masalah baru, karena Indonesia dirasa masih belum punya aturan yang jelas untuk mengatur peredaran e-commerce asing, sehingga banyak pelaku e-commerce asing yang masih belum tersentuh pajak.
Pada dasarnya setiap ada pembayaran ke
luar negeri akan terkena PPh pasal 26. Namun jika sebuah perusahaan e-commerce terdapat
di negara lain yang tidak punya perjanjian pajak (tax treaty) dengan Indonesia maka pengenaan pajaknya
tidak serta merta kena pasal 26 karena harus mengikuti ketentuan di tax treaty-nya.
Mengutip perkataan Kepala Seksi Pajak Penghasilan Badan
II Kunto Laksito dari situs Dirjen Pajak,
“Untuk memanfaatkan tarif sesuai tax treaty ada juga persyaratan yang harus
dipenuhi misalnya menyampaikan Surat Keterangan Domisili (Certificate of
Domicile), nanti SKD ini dilampirkan saat menyampaikan SPT masa PPh Pasal 26
bahwa WP ini bisa menggunakan tariftreaty karena
wajib pajak di luar negeri ini memang benar adalah tax resident dari
Negara itu yang berdasarkan treaty tarifnya lebih rendah daripada tarif
PPh pasal 26 20%.”
Masih dari sumber yang sama, Hafni Septiana Nur Endah,
Kasubdit Interoperablitas dan Interkonektivitas e-Business, Kemkominfo,
menambahkan bahwa e-commerce itu lebih pada arah percaya atau trust. Oleh karena itu perlu disosialisasikan kepada
para pembelinya bahwa ini ada trust mark-nya atau
tidak, bahwa ini adalah benar pemiliknya maka perlu adanya sertifikasi
keandalan.
“Jadi si pemilik website itu memasang logo itu, maka itu
untuk meyakinkan pembelinya. Jadi sekarang kalau sebagai pembeli tidak terkirim
harus bagaimana? Kemkominfo bisa bantu telusi ini penjualnya siapa jika
domain-nya dot-id, tapi jika domain-nya dot-com sulit ditelusuri karena bukan
milik kami (pemerintah Indonesia),” tambah Hafni.
Terkait hal ini banyak pihak yang memberikan pendapat
mengenai regulasi untuk mengatur peredaran bisnis online di
bidang e-commerce. Sulitnya menerapkan aturan ini
dikarenakan industri e-commerce sudah lintas batas dan bahkan lintas
negara. Sebenarnya bukan hanya di Indonesia, dunia internasional pun masih
dalam perbincangan untuk membahas pajak pada transaksi online yang
termasuk hal relatif baru.
Menurut Chairman Internet Data Center Indonesia Johar
Alam, yang dikutip Sindonews,
“Sebenarnya e-commerce asing
yang masuk di Indonesia, ini sah-sah saja. Bila niatannya berdagang pemerintah
harus perlakukan mereka seperti pedagang yang harus membayar pajak. Jangan
dibedakan jualan online dan offline.”
Masih dari sumber yang sama,
pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan, “Jadi, misalnya saya pesan online
Microsoft Office, dapet enggak tuh negara? Kalau saya beli CD-nya itu kan jelas
berapa juta, bayar PPN-nya. Nah, kalau ini (pesan online), saya perkirakan enggak bisa tuh negara ambil
pajak.”
Pendapat di atas memang nyata, sulitnya menelusuri dasar
dari transaksi e-commerce yang sudah lintas negara dapat menjadi
masalah. Oleh karena itu dalam membuat perjanjian perdagangan internasional
terkait dengan bisnis online e-commerce pemerintah harus berkosultasi dengan
sejumlah pakar. Saat ini Indonesia hanya menerapkan aturan umum seperti Pajak
Penghasilan (PPh) untuk bisnis e-commerce. Masih belum
adanya aturan khusus yang mengatur di bidang e-commerce ini dirasa masih merugikan karena
mengakibatkan beberapa perusahaan asing tidak membayar pajak (PPN) seluruhnya
seperti perusahaan dalam negeri.
Kementrian perdagangan pernah menyatakan sudah menemukan cara agar transaksi e-commerce terkena
pajak dengan menggandeng perusahaan piranti lunak rasaksa. Namun nyatanya
hingga kini masih ada pelaku bisnis e-commerce asing yang tidak terkena wajib pajak,
meskipun perdagangan online sudah diatur dalam Undang-undang Perdagangan Nomor
7/2014.
Sudah saatnya Indonesia memiliki aturan yang jelas dalam
mengatur peredaran e-commerceasing yang
menginvasi. Aturan tersebut harus segera dibuat untuk melindungi pelaku usaha
dalam negeri dan memproteksi dari ancaman bisnis online asing
untuk menghadapi era perdagangan bebas. Namun tentu setelah melakukan riset
seperti apa model perpajakan yang cocok untuk diterapkan di Indonesia dan tidak
terpengaruh oleh pernyataan-pernyataan yang tidak masuk akal.
Aturan
E-Commerce Berlaku Skala Internasional
Untuk melindungi pelaku
usaha online dan konsumen dalam negeri. RUU Perdaganganyang telah disetujui DPR dan pemerintah menjadi
Undang-Undang, Selasa (11/2) lalu mengatur banyak hal yang patut diperhatikan
pengusaha dan praktisi hukum. Salah satunya adalah pijakan hukum terhadap
bisnis elektronik atau e-commerce,
yang diatur dalam pasal 65-66. Aturan ini penting karena bisnis berbasis online
sudah menjamur di Indonesia. Sebelumnya, aturan e-commercemerujuk pada UU No. 11 Tahun 2008tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Wakil Ketua Komisi VI DPR
Erik Satrya Wardhana mengatakan pemberlakuan aturan e-commerce yang tercantum di
dalam UU Perdagangan berlaku untuk skala internasional. Maksudnya, seluruh
transaksi elektronik yang dilakukan pelaku usaha dalam negeri dan luar negeri,
yang menjadikan Indonesia sebagai pasar wajib mematuhi aturan e-commerce yang ada di dalam UU
Perdagangan kelak.
“Aturan perdagangan
elektronik akan kita berlakukan untuk semua online. Baik berskala nasional
maupun internasional yang menjadikan Indonesia sebagai pasar,” kata Erik di Komplek
Senayan, Selasa (11/2).
Komisi VI DPR, kata Erik,
menyerahkan wewenang tersebut kepada pemerintah. Pemerintah berkewajiban
melakukan sinkronisasi terhadap UU lain yang mengatur soal transaksi elektronik
seperti UU ITE. Ia menekankan, tujuan dari pengaturan e-commercedalam UU Perdagangan adalah
untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. “Perlindungan konsumen itu
menjadi target utama kita dalam UU Perdagangan,” jelasnya.
Kini, aturan turunan dari UU Perdagangan yang masih ditunggu oleh berbagai pihak. Erik menjelaskan, aturan mengenai e-commerce nantinya akan diatur dalam aturan turunan di bawah UU. DPR telah memberikan payung hukum secara kuat yang intinya memberikan perlindungan kepada kepentingan pasar nasional.
Kini, aturan turunan dari UU Perdagangan yang masih ditunggu oleh berbagai pihak. Erik menjelaskan, aturan mengenai e-commerce nantinya akan diatur dalam aturan turunan di bawah UU. DPR telah memberikan payung hukum secara kuat yang intinya memberikan perlindungan kepada kepentingan pasar nasional.
Wakil Menteri Perdagangan
(Wamendag) Bayu Krishnamurti mengatakan, UU Perdagangan pada akhirnya
memberikan kepastian hukum kepada pelaku usaha dan konsumen dalam negeri yang
melakukan bisnis atau transaksi elektronik. “Dilindungi kepentingannya tetapi
juga sekaligus dipandu dan diberi arahan untuk bisa menjalankan bisnis secara
baik,” kata Bayu.
Menurut Bayu, UU ini
memberikan perlindungan kepada konsumen terutama bisnis elektronik yang
berkedok penipuan. UU Perdagangan mengatur bagaimana transaksi elektronik dan
binis online bisa dipertanggungjawabkan oleh pelaku bisnis. Kementerian
Perdagangan (Kemendag) akan menyusun peraturan pelaksanaatau pedoman yang relevan. Yang jelas,
lanjutnya, Indonesia sudah memiliki dasar hukum untuk melakukan pengelolaan
perdagangan transasksi elektronik.
Bayu belum memastikan
apakah nanti aturan e-commerce juga
berlaku kepada penggunaan transaksi online retail yang menggunakan blog sebagai
media bisnis. Ia mengatakan transaksi elektronik juga menjadi wewenang
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sehingga perlu ada sinkronisasi.
“Ada dua kombinasi, satu dimensi perdagangannya, transasksi barang dan harga,
ada uang di dalamnya dan tentu ITE-nya. Ada UU tersendiri yang menjadi wewenang
Kominfo. Jadi kita harus cari sinkroninasinya nanti,” ungkap Bayu.
Terkait potensi pajak yang
mungkin akan diperoleh oleh negara melalui aturan e-commerce ini, Bayu juga tak mau banyak berkomentar. “Kita
lihat nanti. Saya belum berspekulasi sampai ke sana,” pungkasnya.
Peraturan / UU E-Commerce
Pemerintah Republik
Indonesia selaku regulator telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang
mengatur bisnis e-commerce di Indonesia dengan UU No. 7 tahun 2014 tentang
Perdagangan. Maksud
dikeluarkannya undang-undang ini adalah memberikan kepastian dan perlindungan
kepada pedagang, penyelenggara PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) dan
konsumen dalam melakukan kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik. Dalam
UU No. 7 tahun 2014 definisi dari Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PSME)
adalah perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat
dan prosedur elektronik. Pelaku PMSE sendiri adalah Pedagang/Merchant dan PPSE
(Penyelenggara Perdagangan Secara Elektronik). Sedangkan pelaku PPSE terdari
dari Penyelenggara Komunikasi Elektronik, Iklan Elektronik, Penyelenggara
Sistem Aplikasi Transaksi Elektronik, Penyelenggara Jasa Aplikasi Sistem
Pembayaran Secara Elektronik dan Penyelenggara Jasa dan Sistem Aplikasi
Pengiriman Barang. Teks lengkap pengaturan Perdagangan Melalui Sistem
Elektronik yang diatur dalam UU No. 7 tahun 2014 sebagai berikut :
BAB VIII PERDAGANGAN MELALUI SISTEM
ELEKTRONIK
Pasal
65
(1) Setiap Pelaku Usaha
yang memperdagangkan Barang dan/atau Jasa dengan menggunakan sistem elektronik
wajib menyediakan data dan/atau informasi secara lengkap dan benar.
(2) Setiap Pelaku Usaha
dilarang memperdagangkan Barang dan/atau Jasa dengan menggunakan sistem
elektronik yang tidak sesuai dengan data dan/atau informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Penggunaan sistem
elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi ketentuan yang
diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
(4) Data dan/atau informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
(a) identitas dan legalitas
Pelaku Usaha sebagai produsen atau Pelaku Usaha Distribusi;
(b) persyaratan teknis
Barang yang ditawarkan;
(c) persyaratan teknis atau
kualifikasi Jasa yang ditawarkan;
(d) harga dan cara
pembayaran Barang dan/atau Jasa; dan
(e) cara penyerahan Barang.
(5) Dalam hal terjadi
sengketa terkait dengan transaksi dagang melalui sistem elektronik, orang atau
badan usaha yang mengalami sengketa dapat menyelesaikan sengketa tersebut
melalui pengadilan atau melalui mekanisme penyelesaian sengketa lainnya.
(6) Setiap Pelaku Usaha
yang memperdagangkan Barang dan/atau Jasa dengan menggunakan sistem elektronik
yang tidak menyediakan data dan/atau informasi secara lengkap dan benar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa
pencabutan izin.
Pasal 66
Ketentuan lebih lanjut
mengenai transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pertanyaan selanjutnya,
apakah pengaturan tersebut sudah memadai untuk mengatur bisnis e-commerce ?
Sebagaimana diketahui pengaturan dalam undang-undang masih dalam garis besarnya
saja, sehingga ketentuan yang tertulis dalam undang-undang belum bisa mengatur
keseluruhan bisnis e-commerce. Sebagai contoh bagaimana mekanisme pendaftaran,
bagaimana pemerintah mengatur hak dan tanggung jawab antara para pelaku PSME
maupun jaminan perlindungan pemerintah kepada konsumen. Berhubung transaksi
bisnis yang terjadi dalam PSME berbeda dengan sistem perdagangan konvensional
yang berlaku, maka regulasinya juga harus berbeda dengan sistem perdagangan
secara umum. Oleh karena itu, saat ini para pelaku PSME menunggu regulasi lebih
lanjut dari pemerintah sebagai penjabaran UU No. 7 tahun 2014 berupa Peraturan
Pemerintah dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya. Agar regulasi
tersebut bisa mewadahi seluruh kepentingan maka sebaiknya pemerintah melibatkan
seluruh stake holder yang terlibat dalam bisnis e-commerce.
Pembayaran Pajak E-Commerce
Menyikapi berkembang pesatnya bisnis
e-Commerce di Indonesia, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak tegaskan kembali
peraturan perpajakan terkait e-Commerce. Peraturan perpajakan terkait e-Commerce
sudah ditegaskan kembali dalam SE-62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan
Perpajakan atas Transaksi e-Commerce. “Ketentuannya adalah penegasan, bukan
pengenaan baru,” kata Kepala Seksi Pajak Penghasilan Badan II, Kunto Laksito,
dalam Seminar Perpajakan “Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Bagi Pelaku e-Commerce
Di Indonesia” yang diadakan oleh Direkorat Jenderal (Ditjen) Pajak di Jakarta,
27 Agustus 2014.
Dalam SE-62/PJ/2013 membagi kegiatan
e-Commerce dalam empat kegiatan besar, yaitu Online Marketplace, Classified
Ads, Daily Deals dan Online Retail. Online Marketplace adalah kegiatan
menyediakan tempat kegiatan usaha berupa Toko Internet di Mal Internet sebagai
tempat online Marketplace Merchant menjual barang atau jasa. Pihak-pihak yang
terkait adalah penyelenggara, merchant dan pembeli.
Classified Ads adalah kegiatan menyediakan
tempat dan atau waktu untuk memajang content barang dan atau jasa bagi
Pengiklan untuk memasang iklan yang ditujukan kepada Pengguna Iklan melalui
situs yang disediakan oleh Penyelenggara Classified Ads. Pihak-pihak yang
terkait adalah penyelenggara, pengiklan dan pengguna iklan.
Daily Deals adalah kegiatan menyediakan
tempat kegiatan usaha berupa situs Daily Deals sebagai tempat Daily Deals
Merchant menjual barang atau jasa kepada pembeli dengan menggunakan voucher
sebagai sarana pembayaran. Pihak-pihak yang terkait adalah penyelenggara,
merchant dan pembeli.
Online Retail adalah kegiatan menjual barang
dan atau jasa yang dilakukan oleh penyelenggara Online Retail kepada pembeli di
situs Online Retail. Pihak-pihak yang terkait adalah penyelenggara yang
sekaligus berperan sebagai merchant dan pihak lainnya adalah pembeli.
“Dalam kegiatan Online Marketplace, terdapat
kewajiban PPh dan PPN dalam proses bisnis jasa penyediaan tempat dan atau
waktu, penjualan barang dan atau jasa, serta dalam proses bisnis penyetoran
hasil penjualan kepada merchant oleh penyelenggara,” ungkap Kunto.
“Dalam kegiatan Classified Ads, terdapat
kewajiban PPh dan PPN dalam proses bisnis penyediaan tempat dan atau waktu
untuk memajang content barang dan atau jasa,” lanjut Kunto.
“Dalam kegiatan Daily Deals, terdapat
kewajiban PPh dan PPN dalam proses bisnis jasa penyediaan tempat dan atau
waktu, penjualan barang dan atau jasa, serta dalam proses bisnis penyetoran
hasil penjualan kepada merchant oleh penyelenggara,” papar Kunto.
“Dan dalam kegiatan Online Retail terdapat
kewajiban PPh dan PPN dalam proses bisnis penjualan barang dan atau jasa,”
imbuh Kunto.
Khusus untuk pelaku e-Commerce yang memiliki
perederan usaha tidak lebih dari 4,8 milyar dalam satu tahun pajak dapat
menggunakan fasilitas PP Nomor 46/2013 yaitu menghitung PPH atas transaksi e-
Commerce dengan menggunakan tarif tunggal yaitu 1% x Dasar Pengenaan Pajak.
Kunto mengharapkan agar para pelaku e-commerce
dapat mensosialisasikan kewajiban perpajakan ini kepada para netizen dan
rekan-rekannya. “Syukur-syukur dalam website para pelaku e-commerce ini ada
remindernya apakah transaksi Anda sudah bayar pajak,” ajak Kunto.
Sumber Referensi
(Diakses
09/04/2016)
http://veryfund.co/blog/jenis-jenis-e-commerce-dan-contohnya/ (Diakses 09/04/2016)
http://dataserverku.blogspot.co.id/2012/03/jenis-jenis-e-commerce.html
(Diakses 09/04/2016)
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52ff4ae7653c6/aturan-ie-commerce-i-berlaku-skala-internasional
(Diakses 09/04/2016)
https://dailysocial.id/post/aturan-pajak-untuk-e-commerce-asing-di-indonesia-masih-belum-jelas/
(Diakses 09/04/2016)
(Diakses 09/04/2016)
(Diakses 09/04/2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar