MAIMUNAH
26214334
1EB31
Bisnis Makanan Khas Tradisional
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Indonesia adalah
negara yang memiliki kekayaan kuliner sangat luar biasa, baik ragam maupun cita
rasanya. Hampir semua daerah di Indonesia memiliki makanan khasnya
masing-masing. Dari yang tradisional hingga berbagai varian baru hasil
eksperimen dan modifikasi. Beberapa daerah bahkan memiliki lebih dari satu
makanan khas. Peluang
bisnis makanan tradisional kini tak hanya berpusat di daerah asalnya saja.
Banyak masyarakat yang tinggal di daerah lain yang ingin mencicipi cita rasa
khas tersebut. Sadar
akan peluang ini, beberapa pelaku usaha kuliner mengembangkan inovasi produk
santapan tradisional dalam kemasan agar konsumen bisa menyantap makanan itu
kapan saja dan di mana saja dengan cara yang praktis.
Makanan tradisional Indonesia adalah segala jenis makanan
olahan asli Indonesia, khas daerah setempat, mulai dari makanan lengkap, selingan,
yang cukup kandungan gizi, serta biasa dikonsumsi oleh masyarakat daerah
tersebut.
aneka pangan tradisional, seperti manisan
pala, pisang sale, kembang Loyang, lepat dan lain-lain. Demikian juga cara pengolahannya dilakukan dengan beragam
dan bervariasi seperti dengan membakar/memanggang,
pengasapan, pemepesan, pengukusan, menggoreng dan
menumis. Makanan tradisional Indonesia dipengaruhi oleh kebiasaan
makan masyarakat dan menyatu di dalam sistem sosial budaya berbagai golongan etnik di daerah-daerah.
Makanan tersebut disukai, karena rasa, tekstur dan
aromanya sesuai dengan seleranya. Demikian juga dengan kebiasaan makan khas
daerah umumnya tidak mudah berubah, walaupun anggota etnik bersangkutan pindah
ke daerah lain. Oleh karena itu melihat
peluang yang ada maka bisnis makanan tradisional ini bisa dianggap bisnis yang
akan memiliki banyak konsumen yang membelinya, sehingga dapat menghasilkan
omset yang besar.
ISI
Bisa
dibayangkan jika kekayaan kuliner tradisional khususnya oleh-oleh di seluruh
penjuru Tanah Air diinventarisasi dengan baik. Bisa jadi, kita adalah negara
dengan kekayaan makanan dan cemilan tradisional terbanyak di dunia. Dilihat
dari perspektif bisnis, kekayaan ini bisa menjadi ‘tambang’ bisnis yang sangat
potensial. Ia juga memiliki sejumlah nilai strategis lain dilihat dari aspek
pemberdayaan ekonomi rakyat, pengurangan angka kemiskinan dan pengangguran,
pemanfaatan sumber daya alam hingga pelestarian budaya bangsa. Lebih dari itu,
industri makanan khas daerah khususnya oleh-oleh, memiliki potensi besar untuk
menembus pasar internasional. Jika ini terwujud, akan lebih banyak manfaat yang
bisa diperoleh dari bisnis ini. Dilihat
dari besarnya potensi dan nilai strategis yang dimilikinya, bisnis ritel
makanan berbasis local knowledge ini seharusnya menjadi perhatian semua pihak
khususnya pemerintah daerah dan pihak terkait. Ada beberapa alasan yang
mendasarinya.
Pertama,
Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan budaya yang salah satunya
berbentuk makanan khas daerah termasuk oleh-oleh. Kekayaan ini didukung oleh
sumber daya alam berupa bahan baku pangan yang sangat melimpah. Sangat
disayangkan jika dua anugerah yang tidak semua negara di dunia memilikinya ini
tidak dimanfaatkan secara optimal.
Kedua,
besarnya permintaan pasar. Budaya yang berkembang di masyarakat Indonesia telah
menempatkan oleh-oleh sebagai sebuah kebutuhan. Baik mereka yang sedang
bepergian ke suatu daerah atau mereka yang berada di luar daerahnya. Kerinduan
pada daerah asal ikut menciptakan permintaan. Promosi pariwisata yang gencar
hingga ke manca negara juga berpeluang mengakselerasi permintaan pasar.
Ketiga,
pelaku utama bisnis oleh-oleh umumnya adalah industri kecil menengah (IKM) dan
home industry yang biasanya digerakkan oleh tenaga kerja informal. Ini
merupakan salah bentuk konkrit sektor riil berbasis masyarakat yang menjadi
inti dari pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Jika lebih dioptimalkan, bisnis ini
bisa menjadi andalan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat termasuk taraf
hidup para petani sebagai penyuplai bahan baku termasuk juga sektor lain yang
mendukung kelangsungan sektor ini seperti jasa transportasi.
Dan
yang keempat, optimalisasi industri makanan khas daerah bisa menjadi sarana
promosi sekaligus pelestarian budaya bangsa. Secara umum, industri berbasis
local knowledge memiliki sejumlah keistimewaan. Selain sebagai sarana
pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal atau setempat, industri berbasis local
knowledge juga merupakan representasi dari budaya setempat sehingga bisa
menjadi sarana pelestarian budaya mengingat sejumlah budaya di Indonesia
termasuk kekayaan kulinernya mulai terancam kepunahan. Bisnis ritel makanan
tradisional juga bisa mendongkrak promosi wisata daerah yang bersangkutan tidak
hanya ke seluruh penjuru Tanah Air namun bisa juga ke seantero dunia.
Tumbuh
dan berkembang di masyarakat secara turun temurun, bisnis ritel makanan
tradisional ini terus eksis dari waktu ke waktu dalam jangka waktu lama dan
terbukti mampu bertahan dari badai krisis. Menurut artikel Terus Berusaha
Mempertahankan Warisan Kuliner Bangsa, Suara Karya Online edisi 18 Juli 2007,
pada tahun 2007 lalu telah terdapat tidak kurang dari 140.000 unit usaha yang
bergerak di produksi makanan tradisional, di mana 45.000 merupakan industri
berskala kecil dan menengah (IKM) dan 95.000 merupakan industri rumah tangga
(non-formal). Tenaga kerja yang berhasil diserap secara langsung mencapai
340.000 orang, di mana IKM sebanyak 180.000 orang dan rumah tangga sebanyak
160.000 orang. Usaha makanan tradisional banyak terdapat di Jawa, menyusul
Sumatera, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Sulawesi.
Sejumlah inovasi juga berkembang dalam bisnis ini. Dalam inovasi produk misalnya. Menurut Bondan Winarno dalam artikel Bisnis Oleh-oleh Kagak Ada Matinye, ada dua kecenderungan inovasi yang berkembang dalam usaha ini. Pertama, persinggungan industri oleh-oleh Indonesia dengan resep-resep luar telah memunculkan jenis-jenis oleh-oleh baru yang diminati. Misalnya, brownies kukus dari Bandung ada bolu kukus dari Medan. Brownies dan bolu sebetulnya bukan makanan khas Indonesia. Tetapi karena dibuat sesuai dengan lidah Indonesia plus dipopulerkan sebagai oleh-oleh, jadilah ia oleh-oleh khas kota pembuatnya. Kedua, persaingan di antara sesama pelaku industri plus dorongan berekspansi telah memunculkan inovasi lewat eskplorasi makanan asli Indonesia lalu memodifikasinya. Bandeng Juwana di Semarang misalnya, tak lagi hanya memproduksi bandeng presto. Mereka juga memproduksi aneka oleh-oleh lain yang berbahan baku bandeng, mulai dari bandeng bakar, bandeng keju dan bandeng teriyak.
Sejumlah inovasi juga berkembang dalam bisnis ini. Dalam inovasi produk misalnya. Menurut Bondan Winarno dalam artikel Bisnis Oleh-oleh Kagak Ada Matinye, ada dua kecenderungan inovasi yang berkembang dalam usaha ini. Pertama, persinggungan industri oleh-oleh Indonesia dengan resep-resep luar telah memunculkan jenis-jenis oleh-oleh baru yang diminati. Misalnya, brownies kukus dari Bandung ada bolu kukus dari Medan. Brownies dan bolu sebetulnya bukan makanan khas Indonesia. Tetapi karena dibuat sesuai dengan lidah Indonesia plus dipopulerkan sebagai oleh-oleh, jadilah ia oleh-oleh khas kota pembuatnya. Kedua, persaingan di antara sesama pelaku industri plus dorongan berekspansi telah memunculkan inovasi lewat eskplorasi makanan asli Indonesia lalu memodifikasinya. Bandeng Juwana di Semarang misalnya, tak lagi hanya memproduksi bandeng presto. Mereka juga memproduksi aneka oleh-oleh lain yang berbahan baku bandeng, mulai dari bandeng bakar, bandeng keju dan bandeng teriyak.
Bersamaan
dengan inovasi pada produk, jalur pemasaran oleh-oleh juga semakin banyak
bentuknya. Selain tetap menggunakan cara konvensional, banyak pelaku industri
ini yang juga memasarkan produknya melalui cara-cara pemasaran modern. Misalnya
melalui sistem keagenan dan sistem waralaba. Semakin banyak pula yang
memperkuat jalur pemasaran secara online melalui lapak-lapak di dunia maya.
Melalui inovasi pemasaran ini, jangkauan dan pangsa pasar makanan tradisional
semakin luas hingga ke mancanegara.
Dari
data dan ulasan di atas, semakin jelas betapa besarnya urgensi dan peluang
bisnis makanan tradisional Indonesia. Sayangnya, upaya-upaya konkrit untuk
lebih mengakselerasi bisnis ini masih jauh dari harapan. Meski beberapa telah
mampu bersaing dan menembus pasar nasional bahkan internasional, secara umum industri
makanan tradisional Indonesia masih bersifat sporadik dan memerlukan dorongan
dan dukungan yang lebih konkrit khususnya dari pemerintah daerah dan pihak yang
terkait.
Terdapat
sejumlah problema yang dihadapi oleh para pelaku industri makanan tradisional
yang umumnya adalah industri menengah ke bawah dan home industry. Sejumlah
masalah itu antara lain : pertama, keterbatasan pengetahuan untuk mengelola
bisnisnya secara lebih professional. Misalnya tentang cara pembuatan
makanan/kuliner yang berkualitas, higienis serta mempunyai kemasan yang menarik
dan aman. Masih menurut Terus Berusaha Mempertahankan Warisan Kuliner Bangsa,
makanan tradisional yang sudah dikemas pada tahun 2007 lalu masih sekitar 70
produk. Sementara ribuan lainnya belum tersentuh oleh kemasan yang baik.
Padahal, pengemasan yang baik merupakan salah satu kunci meningkatkan nilai
tambah pada produk. Banyak makanan khas Indonesia yang sangat digemari tetapi
karena terkendala dalam pengemasannya akhirnya tidak bisa berkembang sebagai oleh-oleh.
Kedua,
banyak industri makanan tradisional yang sebenarnya sangat prospektif masih
dijalankan sebagai bisnis rumahan saja. Ini bisa terjadi karena yang
bersangkutan belum memiliki pengetahuan mengenai manajemen bisnis yang baik
atau karena merasa jika mengembangkan bisnisnya akan berurusan dengan birokrasi
dan regulasi yang njelimet. Ketiga, minimnya akses dana para pelaku industri
ini baik karena ketidaktahuan maupun karena tidak memenuhi persyaratan yang
ditetapkan lembaga keuangan.
Selain
ketiga masalah di atas, sebenarnya masih banyak persoalan lain yang dihadapi
oleh sektor usaha ini. Seperti masalah infrastruktur, persaingan hingga
penyelesaian tekanan publik terkait penanganan dampak lingkungan, ekonomi, dan
sosial. Untuk itu diperlukan sejumlah langkah konkrit khususnya oleh pemerintah
daerah dan pihak terkait untuk lebih mengembangkan bisnis ritel makanan
berbasis local knowledge ini.
Beberapa
langkah konkrit penting untuk segera dilakukan. Pertama, pemerintah khususnya
pemerintah daerah perlu menginventarisasi makanan tradisional di daerahnya
masing-masing. Sejumlah makanan tradisional Indonesia ada yang mulai punah
sehingga langkah inventarisasi ini juga bisa sebagai upaya untuk menyelamatkan
budaya bangsa khususnya di bidang kuliner. Selanjutnya, diinventarisasi lebih
lanjut makanan tradisional apa yang memiliki prospek bagus untuk dikembangkan
secara lebih professional.
Kedua,
memberikan pengarahan, bimbingan dan pembinaan kepada industri makanan
tradisional yang sudah ada di masyarakat agar bisa dikembangkan secara lebih
professional. Misalnya dalam hal standarisasi mutu, kualitas dan higienitas
produk, serta tata cara pengemasan yang menarik dan aman. Perlu perlu
diinformasikan kepada pelaku usaha untuk mengelola limbah industri yang dihasilkan
secara benar agar tidak menimbulkan masalah pencemaran lingkungan dan atau
konflik sosial dengan masyarakat setempat.
Ketiga,
sosialisasi dan edukasi kepada pelaku bisnis ritel makanan tradisional mengenai
pentingnya mengurus perijinan bahkan kalau perlu mematenkan produk makanan
tradisional yang dikembangkan sebelum dipatenkan oleh pihak atau negara lain.
Di era di mana kesadaran akan HaKI semakin baik terlebih di tengah persaingan
global yang pesat seperti sekarang, mematenkan budaya dan produk turunannya
adalah sangat penting. Karena jika sampai dipatenkan oleh pihak atau negara
lain, maka meski itu sebenarnya adalah budaya kita sendiri, bisa-bisa kita
harus membayar jika ingin memproduksinya.
Keempat,
guna meningkatkan eksistensi dan meningkatkan daya saing bisnis makanan
tradisional, para pelaku bisnis yang umumnya adalah industri menengah ke bawah
dan home industry perlu dibimbing mengenai manajemen usaha yang professional
agar tidak hanya usaha ini sebatas bisnis rumahan. Perlu pula disosialisasikan
mengenai berbagai inovasi baik produk maupun pemasaran agar bisnis yang
dijalankan bisa terus berkembang dan bisa menembus pasar nasional bahkan
internasional.
Kelima,
perlunya membuka akses pembiayaan yang lebih luas mengingat masalah permodalan
merupakan salah satu hambatan utama sektor ini untuk terus berkembang.
Persyaratan pengajuan modal usaha perlu lebih dipermudah jika perlu, pemerintah
daerah, bank maupun lembaga keuangan mikro melakukan mekanisme jemput bola pada
pelaku usaha yang membutuhkan.
Dan yang terakhir atau keenam, pengembangan bisnis ini memerlukan dukungan dan kerjasama dengan semua pihak. Pemerintah khususnya pemerintah daerah tidak bisa meng-cover semua persoalan yang dihadapi sektor usaha ini. Agar bisa berkembang lebih optimal, dukungan dan kerjasama semua pihak sangat dibutuhkan. Lembaga swadaya atau kelompok sosial masyarakat bisa menjadi tangan kanan pemerintah dalam hal sosialisasi dan edukasi. Dunia pendidikan dapat berkontribusi dalam melakukan berbagai riset guna mendapatkan informasi dan inovasi terbaru. Media massa bisa menjadi corong publikasi yang luas ke seluruh nusantara bahkan mancanegara. Selain itu, dukungan sektor lain seperti pertanian sebagai penyuplai bahan baku, dan jasa transportasi turut member andil yang besar bagi pengembangan bisnis ini.
Dan yang terakhir atau keenam, pengembangan bisnis ini memerlukan dukungan dan kerjasama dengan semua pihak. Pemerintah khususnya pemerintah daerah tidak bisa meng-cover semua persoalan yang dihadapi sektor usaha ini. Agar bisa berkembang lebih optimal, dukungan dan kerjasama semua pihak sangat dibutuhkan. Lembaga swadaya atau kelompok sosial masyarakat bisa menjadi tangan kanan pemerintah dalam hal sosialisasi dan edukasi. Dunia pendidikan dapat berkontribusi dalam melakukan berbagai riset guna mendapatkan informasi dan inovasi terbaru. Media massa bisa menjadi corong publikasi yang luas ke seluruh nusantara bahkan mancanegara. Selain itu, dukungan sektor lain seperti pertanian sebagai penyuplai bahan baku, dan jasa transportasi turut member andil yang besar bagi pengembangan bisnis ini.
Masa
depan ada di tangan kita. Bisnis ritel makanan tradisional Indonesia memiliki
potensi sangat besar. Banyak peluang dan kesempatan yang bisa kita coba dan
selalu ada jalan keluar dalam setiap persoalan yang menghadang. Bersama kita
pasti bisa. Saatnya mengantarkan bisnis makanan tradisional Indonesia Go
Internasional, untuk kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik.
Selain
membuka bisnis makanan tradisional sendiri kita juga dapat berwaralaba untuk
melanjutkan bisnis makan tradisional yang telah kita beli waralabanya.
14 Kunci Sukses Franchise Makanan
Tradisional
Simak kiat sukses berwaralaba makanan tradisional berikut
ini agar tak salah langkah.
Tak perlu
heran melihat restoran soto kudus, restoran masakan padang, kedai bakso malang,
bahkan gerai donat, dan sate jamur dengan nama usaha yang sama, tersebar di
beberapa tempat di satu kota, bahkan di berbagai belahan dunia lainnya. Bisa
jadi, cabang-cabang restoran dan gerai makanan itu dibuka sendiri oleh si
pemilik usaha. Tapi, bukan tidak mungkin merupakan waralaba yang dibeli pihak
lain. Jika dulu hanya “segelintir” orang yang berbisnis waralaba, karena bisnis
waralaba kebanyakan berasal dari luar negeri dan membutuhkan dana sangat besar,
kini bisnis waralaba justru berkembang pesat. Menurut Fauziah Arsiyanti, SE,
MM, Dip. IFP., advisor lembaga keuangan First Principal Financial Singapura,
hal ini disebabkan orang yang membeli waralaba, yang disebut pewaralaba atau
franchisee, tak perlu memulai usahanya dari nol. Setelah membeli, pewaralaba
tinggal menjalankan usahanya berdasarkan manajemen dan peraturan yang
ditentukan pemiliknya. Meski banyak yang melirik bidang lain, bisnis waralaba
di bidang makanan, termasuk makanan tradisional, lebih banyak diminati. Sebab,
kata konsultan yang akrab disapa Zizi ini, masyarakat Indonesia memang menyukai
makanan tradisional.
Selain
itu, mau tak mau, orang memang membutuhkan makan. Ditambah lagi, berbisnis
waralaba makanan tradisional tak selalu butuh modal besar. Zizi mengingatkan,
tetap bersikap hati-hati dan selektif memilih waralaba, menjadi syarat utama
sebelum memutuskan membeli waralaba.
Jika ingin mulai menjadi pewaralaba, berikut ini poin-poin penting yang harus diperhatikan dalam memilih waralaba makanan tradisional:
Jika ingin mulai menjadi pewaralaba, berikut ini poin-poin penting yang harus diperhatikan dalam memilih waralaba makanan tradisional:
1. PUNYA HASRAT
Memiliki hasrat untuk menjual makanan yang Anda inginkan
juga menjadi modal penting. Untuk berbisnis retail (perdagangan eceran), memang
harus menyukai bidang yang akan digeluti. Sehingga, kondisi usaha sedang naik
maupun turun, Anda tetap tekun menjalaninya.
2. RISET DAN BERUNDING
Teliti dulu terwaralaba atau pihak yang menjual waralaba,
yang disebut juga franchisor, yang Anda inginkan. Bandingkan dengan terwaralaba
lain yang sejenis. Jangan membeli usaha dari terwaralaba yang tak jelas
identitasnya. Jika perlu, cek ke lembaga waralaba yang ada di Indonesia. Jika
memang terwaralaba tersebut resmi dan bagus, bisa dipastikan akan terdaftar di
sana. Bila memang suka, barulah berunding untuk mendapatkan kesepakatan.
3. CEK
Tak ada salahnya mengecek usaha terwaralaba yang Anda
inginkan ke orang yang sudah lebih dulu menjadi pewaralabanya, baik yang masih
berjualan maupun yang tidak. Tanya pendapat mereka. Meski satu sama lain belum
tentu punya kepuasan yang sama, setidaknya Anda mendapat gambaran lebih.
4. HAK CIPTA
Teliti lebih dulu hak cipta makanan milik terwaralaba yang
sudah diincar untuk dibeli. Jangan sampai hak cipta yang diklaim olehnya,
ternyata milik pihak lain dan akhirnya bisa bermasalah.
5. LAMA DAN KUAT
Jika Anda tak suka risiko tinggi dan kurang berjiwa bisnis,
pilih terwaralaba yang sudah lama berjalan, setidaknya lima tahun, memiliki
sistem kuat, misalnya memiliki banyak cabang dan manajemen bagus, serta
bermodal besar. Usaha yang masih baru, belum cukup teruji menghadapi siklus
roda bisnis.
6. KONDISI KEUANGAN
Sebelum memutuskan membeli, periksa dulu kondisi keuangan
terwaralaba. Jika perlu, minta bantuan akuntan publik atau pakar keuangan untuk
membaca laporan keuangan terwaralaba.
7. BAYAR DI MUKA
Hati-hati bila terwaralaba meminta seluruh modal harus
disetorkan di muka. Cari penyebabnya. Bukan tidak mungkin kondisi keuangan
terwaralaba tidak bagus. Selain itu, kini banyak terwaralaba yang baru muncul,
meminta modal di muka hanya karena ingin menarik initial fee (biaya yang
diperlukan untuk memulai bisnis) dari pewaralaba, lalu kabur. Lebih baik, cari
terwaralaba yang pembayarannya fleksibel. Artinya, pembayarannya bisa dilakukan
bertahap.
8. CADANGAN
Saat usaha baru berjalan, biasanya perputaran modal belum
berjalan lancar. Daripada usaha langsung tutup karena kekurangan modal, lebih
baik sediakan dana cadangan. Menurut Zizi, pastikan memiliki modal yang cukup,
setidaknya untuk tiga bulan ke depan. Jika membutuhkan Rp 10 juta untuk modal
berwaralaba, misalnya, sebaiknya Anda mempersiapkan dana sebesar Rp 30 juta.
9. TURN OVER
Hitung berapa keuntungan per bulan yang didapatkan dari
usaha waralaba ini. Jika hasilnya memang bagus, silakan melangkah lebih lanjut.
10. INVENTORI
Sebaiknya, pilih terwaralaba yang tidak membutuhkan banyak
inventori, misalnya, mesin-mesin dan barang besar. Sebab, akan membutuhkan
modal lebih banyak lagi. Lebih baik menjalankan usaha yang padat karya daripada
padat modal.
11. KREATIF DAN DISIPLIN
Meski semua ilmu dari terwaralaba sudah ditransfer pada
Anda, tetap harus kreatif dalam mencari pelanggan, disiplin membuat laporan
keuangan, dan menerapkan aturan main yang sudah ditetapkan. Jangan terlalu
percaya diri, sebab membeli waralaba yang bagus bukan jaminan makanan Anda akan
selalu laris, jika tak dibarengi dua hal ini. Namun, bukan berarti Anda bebas
menjual hasil masakan kreasi sendiri tanpa seizin terwaralaba. Ingat, Anda
membawa nama dan imej terwaralaba.
12. BANYAK PENGGEMAR
Agar laris, pilih waralaba yang menjual jenis makanan yang
banyak digemari dan tidak terlalu sulit dibuat. Antara lain, mi, ayam goreng,
daging sapi, soto, dan donat, atau kue. Selain itu, teliti lebih lanjut berapa
orang pelanggan yang datang ke tempat terwaralaba yang Anda incar.
13. SAMA KUALITAS
Pembeli yang datang tentu mengharapkan makanan di cabang
milik Anda memiliki rasa dan kualitas layanan yang sama dengan pemilik usaha
aslinya. Jadi, kontrol terus kualitas makanan dan manajemen agar pembeli tak
kecewa. Mutu daging dan cara membakar wijen, misalnya, harus sama dengan yang
dijalankan terwaralaba. Oleh sebab itu, patuhi peraturan-peraturan yang sudah
ditetapkan terwaralaba.
14. KELOLA SENDIRI
Agar lebih terkontrol dan menghindari kecurangan dalam
keuangan, kelola sendiri waralaba yang Anda beli, dan jangan diserahkan kepada
orang lain.
CIRI
TERWARALABA YANG BAGUS
- Memiliki sistem kuat dan bermodal besar.
- Punya laporan keuangan yang rapi, mudah dibaca, dan tak dibuat berdasarkan karangan. Akan lebih baik bila dibuat oleh akuntan publik.
- Tak sekadar menjual bisnisnya. Tak pelit membagi pengalaman selama menggeluti usahanya, memberikan saran pada pewaralaba soal lokasi yang bagus, ada standar pelayanan dan kontrol kualitas.
- Menyediakan pelatihan sampai tenaga kerja yang bersangkutan mahir melakukan tugasnya.
- Menyediakan alat-alat yang dibutuhkan, sehingga pewaralaba tidak perlu membeli alat yang mahal.
- Menyuplai makanan atau bahannya, sehingga kualitas di semua pewaralaba tetap terjaga.
- Jujur pada pewaralaba mengenai manajemen dan kondisi keuangan waralaba miliknya.
PENUTUP
Kesimpulan
Dilihat
dari besarnya potensi dan nilai strategis yang dimiliki bisnis ritel makanan
berbasis local knowledge atau makanan khas tradisional ini seharusnya menjadi
perhatian semua pihak khususnya pemerintah daerah dan pihak terkait, karena
untuk mengembangkan apa yang telah ada di daerah-daerah di Indonesia, seperti
telah dijelaskan di atas bahwa kulinar khas Indonesia sangat banyak dan sangat
beragam, sehingga sungguh sayang kalau tidak bisa dikembangkan lebih baik lagi.
Optimalisasi industri makanan khas daerah bisa menjadi sarana promosi sekaligus
pelestarian budaya bangsa. Oleh karena itu terbukti bahwa bisnis makanan khas
tradisional ini merupakan bisnis yang sangat istimewa, selain banyak dicari
konsumen karena setiap orang bisa di bilang menyukai makanan tradisional,
selain itu juga kita bisa memulai usaha waralaba dengan tema yang sama yaitu
makanan tradisonal. Dengan memperhatikan waralaba yang akan kita beli dan
usahakan membeli waralaba yang laris, agar kita dapat melanjutkan kesuksesan
waralaba tersebut. Maka dengan berbisnis makanan tradisonal ini kita tidak
hanya berbisnis tetapi juga mendukung pelestarian kebudayaan Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar